REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Hingga Kamis (10/12) siang tidak ada tanda-tanda kehadiran Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS) ke Mapolda Jabar. Hari ini penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Reskirmum) menjadwalkan pemeriksaan terhada HRS terkait dugaan pelanggaran protokol kesehatan saat kerumunan di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bobor beberapa waktu lalu.
‘’Sampai saat ini belum mendapatkan konfrimasi (HRS akan hadir). Kita masih menungu,’’ kata Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Erdi Chaniago.
Dari pantauan Republika.co.id di Mapolda Jabar, tidak terlihat HRS bakal hadir memenuhi panggilan penyidik. Ini terlihat dari pengamanan di pintu gerbang Mapolda Jabar Jalan Soekarno Hatta, biasa-biasa saja. Tak terlihat pengamanan ekstra dari polisi di pintu masuk maupun lingkungan Mapolda Jabar.
Demikian pula di sekitar Mapolda Jabar tak terlihat massa atau simpatisan FPI. Berbeda ketika HRS hadir di Mapolda Jabar saat menjalani pemeriksaan atas laporan Sukmawati Soekarnoputri terkait dugaan penodaan terhadap Pancasila 2017 lalu.
Saat itu massa FPI mendatangi Mapolda Jabar beberapa jam sebelum HRS tiba. Polisi pun melakukan pengamanan ekstra ketat di pintu gerbang Mapolda Jabar. Selain jumlah personel yang banyak, polisi juga memeriksa setiap tamu yang akan memasuki lingkungan Mapolda Jabar. Tak hanya personel Dalmas, anggota Brimob pun dikerahkan saat itu.
Menurut Erdi, biasanya akan ada pemberitaan atau konfirmasi terhadap penyidik dari pihak yang dipanggil apakah hadir atau tidak. ‘’Kita sama-sama menunggu. Mudah mudahan ada informasi dari pihak HRS. Tapi sampai saat ini belum ada informasi," ujar dia.
Polda Jabar telah melayangkan surat pemanggilan terhadap HRS untuk hadir pada Kamis (10/12). Hal tersebut terkait dengan peristiwa kerumunan massa di Megamendung yang telah ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan. Menurut Erdi, penyidik menilai ada unsur tindak pidana dalam kegiatan tersebut. Polisi, kata Erdi, akan menerapkan Pasal 14 ayat 1 dan 2 UU No 4 Tahun 1986 tentang Wabah Penyakit Menular, Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan Pasal 216 KUHP.