Selasa 08 Dec 2020 13:33 WIB

DPR Dukung Komnas HAM Pantau Kasus Penembakan Pengikut HRS

Masyarakat jangan terburu-buru mengambil kesimpulan bentrok massa FPI dan aparat.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ratna Puspita
Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin mendukung kiprah Komisi Nasional HAM untuk turut memantau dan mengumpulkan fakta terkait kasus penembakan pengikut Habib Rizieq Shihab (HRS). Ia mendukung pembentukan Tim Pemantauan dan Penyelidikan oleh lembaga tersebut.

"Bagian terpenting adalah mengumpulkan fakta-fakta dari pihak terkait atas peristiwa jatuhnya korban jiwa. Semoga, proses ini benar-benar matang dan berjalan baik," ujar wakil ketua DPR Koordinator Politik dan Keamanan itu, Selasa (8/12).

Baca Juga

Ia mengatakan, dalam koridor kerja, aparat kepolisian sudah diberikan kewenangan melalui UU untuk dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Begitu pula kedudukan organisasi masyarakat, memiliki fungsi dan arah yang jelas dalam membangun bangsa.

"Dari kejadian ini, semua pihak introspeksi diri," kata poltikus Golkar ini.

Ia meminta Kepolisian untuk mengungkap kasus yang menewaskan enam warga negara ini secara transparan. "Saya berharap ini adalah peristiwa terakhir, semua pihak harus menahan diri dan menciptakan suasana sejuk serta damai sebagai bagian dari sikap gotong-royong yang selalu mengedepakan rasa persaudaraan," ujarnya menegaskan.

Anggota Komisi III (Hukum) DPR RI I Wayan Sudhirta meminta masyarakat tak terburu-buru mengambil kesimpulan terkait bentrok massa FPI pendukung Habib Rizieq Shihab (HRS) dan aparat. Ia mengatakan, diperlukan penelusuran mendalam terkait kasus tersebut.

Dalam peristiwa ini, kata Wayan, polisi harus dihadirkan untuk memberikan penjelasan secara terbuka dan apa adanya kepada semua pihak. Setiap peristiwa pasti memiliki latar belakang dan rangkaian proses yang panjang. "Untuk itu, asas sebab akibat juga harus kita telusuri secara mendalam," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Senin (7/12).

Wayan mengatakan, dari sisi kepolisian, penembakan yang menewaskan enam orang tersebut bisa diklaim sebagai tindakan untuk melindungi diri dari serangan yang dilakukan pihak korban. Menurut Wayan, bila memang melindungi diri, secara tupoksi sebagai penjaga ketertiban dan keamanan polisi bisa dipahami dengan upaya penyelidikan untuk melakukan pencegahan pengerahan massa terkait pemeriksaan HRS.

Namun, di sisi lain, kata dia, terjadinya korban jiwa hingga enam orang warga negara juga harus mendapatkan perhatian serius. Wayan menilai, investigasi secara mendalam tetap harus dilakukan.

"Apakah sudah benar dalam melaksanakan SOP (standar operasi prosedur) yang dilakukan petugas kepolisian. Unsur-unsur serangan atau ancaman yang dilakukan korban juga harus dapat dibuktikan secara nyata," ujar Wayan.

Diberitakan sebelumnya, aparat menembak enam pengikut HRS lantaran dianggap melakukan penyerangan terhadap petugas yang sedang melakukan penyelidikan. Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran di Polda Metro Jaya, Senin, mengatakan, kejadian itu terjadi pada Senin dini hari sekitar pukul 00.30 WIB di jalan tol Jakarta-Cikampek KM 50. Kejadian berawal saat petugas menyelidiki informasi soal pengerahan massa saat dilakukan pemeriksaan terhadap HRS di Mapolda Metro Jaya.

Namun, FPI melalui konferensi persnya membantah apa yang disampaikan oleh kepolisian. FPI membantah bahwa anggota laskar membawa senjata. FPI menilai, apa yang dilakukan oleh aparat adalah suatu pembantaian.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement