Senin 07 Dec 2020 16:44 WIB

Sektor Industri Non-Migas Diproyeksi Bangkit Tahun Depan

Perbaikan iklim investasi utilitas di sektor industri karena disahkannya UU Ciptaker

Sejumlah pekerja menyaring cangkang kelapa sawit. Industri non-migas diprediksi akan bangkit tahun depan.
Foto: Antara/FB Anggoro
Sejumlah pekerja menyaring cangkang kelapa sawit. Industri non-migas diprediksi akan bangkit tahun depan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertumbuhan sektor industri pengolahan non-migas pada triwulan III 2020 terkontraksi hingga minus 4,02. Itu berbanding terbalik dengan triwulan III 2019 yang pertumbuhannya 4,68 persen. Adapun utilitas sektor industri non-migas turun. Dari 76,29 persen pada 2019 menjadi 55,30 persen pada 2020.

Direktur Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian (Kemenprin) Ignatius Warsito memproyeksi, pada 2021 sektor industri pengolahan non-migas pulih dan bangkit tumbuh positif. Alasannya lantaran perbaikan iklim investasi dan optimisme utilitas di sektor industri karena disahkannya UU Cipta Kerja.

“Tahun depan diharapkan bisa merecovery pertumbuhan minus sektor ini. Karena kita melihat kebijakan  dan lahirnya UU Cipta Kerja berdampak sangat positif pada iklim investasi maupun optimisme utilitas sektor industri,” kata Warsito dalam diskusi bertajuk Pengesahan UU Cipta Kerja dan Implikasinya terhadap KEK dan Percepatan Proyek Strategis Nasional pada Jumat yang digelar FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu, Jumat (4/12).

Warsito berkata, hal ini merupakan kabar baik karena sektor industri menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Sektor industri selama ini memberikan sumbangsih signifikan pada pertumbuhan ekonomi nasional dan serapan pada pekerja. Untuk itu, Warsito menyambut baik dengan disahkannya UU Cipta Kerja ini.

“Kementerian Perindustrian sangat mengapresiasi terbitnya UU Cipta Kerja. Karena dengan memudahkan berusaha dan perbaiki iklim investasi akan menyebabkan percepatan penggerakan investasi di sektor industri dan menciptakan lapangan kerja di sektor industri,” katanya.

Apalagi saat ini, katanya, akibat dampak wabah covid-19 ada 9,77 juta angkatan kerja yang menganggur dan sebagian besar pekerja yang dirumahkan (5 jutaan) itu dari sektor industri. Warsito membeberkan tiga urgensi dengan dihadirkannya UU Cipta Kerja. Pertama, untuk mendorong penciptaan lapangan kerja; kedua, memudahkan pembukaan usaha baru; dan ketiga, mendukung upaya pemerintah dalam meberantas korupsi.

Kemenprin dalam penyusunan aturan turunan dari pelaksanaan UU Cipta Kerja, terlibat pada empat sektor. “Yaitu, tata ruang, pertanahan, perizinan dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK),” kata dia menerangkan.

Terkait KEK, lanjut Warsito, saat ini sudah ada 121 kawasan Industri di Indonesia dan yang dalam tahap kontruksi ada 38 kawasan industri, yang dibarengi pembangunan infrastruktu-infrastruktur pendukung seperti tol, pelabuhan dan sebagainya. “Dengan lahirnya UU Cipta Kerja, kawasan-kawasan industri bisa menjadi lokomotif untuk menggerakan sektor industri maupun pertumbuhan ekonomi kita,” imbuhnya.

Lebih jauh, Warsito membeberkan beberapa dampak UU Cipta Kerja terhadap pengembangan kawasan industri. Yakni, mendorong investasi di kawasan industri, penyederhanaan perizinan berusaha, persyaratan investasi dipermudah dan percepatan pengadaan tanah untuk kawasan industri.

“Dengan itu, sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Setiap membangun 1000 hektar (kawasan industri), kita bisa menciptakan lapangan kerja untuk 500 ribu orang,” terangnya.

Seperti apa gambaran kawasan industri, Warsito mengharuskan kawasan industri itu tematik. Menurutnya, membangun kawasan industri itu bukan membangun pabrik. Tapi membangun kota industri yang berkelanjutan.

“Membangun kawasan industri adalah membangun kota industri baru. Jadi kita harus melihat keberlanjutan dari kawasan industri itu yang ramah lingkungan dan bermanfaat bagi masyarakat,” ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement