Selasa 24 Nov 2020 13:30 WIB

Sektor Pariwisata Bisa Bangkit Jika Terapkan Prokes Ketat

Promosi juga perlu digencarkan untuk membangkitkan sektor pariwisata di masa pandemi.

Sektor pariwisata diyakini mampu bangkit jika menerapkan protokol kesehatan ketat selama pandemi. Foto ilustrasi: Candi Borobudur
Foto: Republika/bowo pribadi
Sektor pariwisata diyakini mampu bangkit jika menerapkan protokol kesehatan ketat selama pandemi. Foto ilustrasi: Candi Borobudur

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Resto Indonesia (PHRI) Semarang Benk Mintosih, menyebut sektor pariwisata adalah salah satu sektor yang paling terdampak oleh wabah Covid-19. Karena itu, menurut dia, butuh penangan khusus oleh pemerintah daerah (pemda) untuk menghidupkan kembali sektor pariwisata di masa pandemi ini.

Benk berkata, masing-masing Pemda harus menetapkan protokol kesehatan untuk tempat pariwisata dan mempromosikan kepada masyarakat atau calon pengunjung bahwa tempat pariwisata di wilayahnya aman.

“Seluruh Pemda harus meyakinkan kepada calon pengunjung bahwa tempat (wisata) ini aman dengan menerapkan aturan protokoler dengan ketat,” kata Benk dalam diskusi bertajuk Outlook Industri Pariwisata dalam UU Cipta Kerja yang digelar GoodMoney.id pada Kamis (19/11).

Benk mengaku optimistis dengan melakukan upaya itu, tempat-tempat pariwisata bisa kembali hidup. Alasannya, karena masyarakat saat ini di satu sisi ingin sekali pergi berlibur setelah berbulan-bulan terpaksa tidak bisa ke mana-mana karena wabah. Namun di sisi lain, mereka takut akan tertular Covid-19.

Saat ini Benk berpendapat, kepercayaan akan rasa aman dari Covid-19 menjadi faktor yang mutlak dimiliki setiap calon pengunjung tempat pariwisata. Kepercayaan itu menurut Benk harus dibangun melalui promosi oleh setiap Pemda.

“Seluruh dinas pemerintah harus berlaku (berperan) dua sisi sekaligus. Satu, setiap dinas harus menjadi dinas pariwisata. Kedua, setiap dinas harus jadi satgas covid,” Benk memberi masukan.

Selama wabah, banyak pelaku usaha di sektor pariwisata yang babak belur terkena dampak. Untuk itu, Benk menilai diperlukan stimulus berupa subsidi listrik dan pajak dari pemerintah bagi pelaku usaha di sektor pariwisata.

“Kalau usaha pariwisata itu paling besar pengeluarannya di listrik, kemudian pajak. Minimal harus ada stimulan berkelanjutan untuk itu,”  ujar Benk.

Sementara Pengamat Industri Pariwisata, Muslim Jayadi, mengatakan UU Cipta Kerja urgen dihadirkan pada masa sekarang di tengah perekonomian Indonesia terdampak Covid-19, demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan akan memiliki dampak pada sektor pariwisata. “Sekarang  (masa pandemi) inilah saat yang tepat disahkannya UU Cipta Kerja. Karena untuk menaikan pertumbuhan ekonomi perlu pertumbuhan investasi. Dalam UU Cipta Kerja perizinanan investasi dimudahkan supaya investasi meningkat,” kata Jayadi.

Poin kemudahan perizinan itu memberikan daya tarik bagi investor untuk berinvestasi di Indonesia. Jayadi optimistis, sudah pasti ada yang ke sektor pariwisata dari sekian investor, yang sudah siap menanamkan modal di Indonesia setelah disahkannya UU Cipta Kerja.

Jayadi menyampaikan, UU Cipta Kerja juga berdampak positif kepada pelaku UMKM di sektor wisata. “Setiap pengusaha pariwisata diwajibkan mengembangkan kemitraan dengan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi setempat yang saling memerlukan, memperkuat dan menguntungkan,” kata Jayadi mengutip Pasal 26 ayat (1) poin (f) UU Cipta Kerja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement