REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) selaku pengusul Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga Ali Taher Parasong menjelaskan alasan RUU Ketahanan Keluarga memiliki urgensi untuk disahkan. Menurutnya, urgensi itu menyusul maraknya kasus tindak pidana perdagangan orang dan perceraian.
"Sekarang perceraian ada di tanah air kita per kabupaten rata-rata data peradilan agama itu kabupaten tidak kurang 300-500 orang per bulan. Di kota rata-rata 100 200 orang per bulan," kata Ali dalam pemaparannya para rapat Baleg, Senin (16/11).
Menurutnya, hal tersebut menyisakan persoalan sosial bagi perempuan, dan anak-anak. Karena itu, ia menilai negara harus hadir untuk menyikapi persoalan tersebut.
"Misalnya kalau bicara soal hadirnya negara, fakir miskin dan anak-anak terlantar itu hadir negara, meskipun itu bagian dari persoalan-persoalan keluarga," ujarnya.
Pengusul RUU Ketahanan Keluarga lainnya Netty Prasetiyani mengatakan negara banyak mengandalkan peran keluarga untuk banyak hal. Misalnya seperti persoalan stunting, negara berharap pengasuhan bisa dilakukan dengan baik oleh keluarga.
Selain itu, negara juga kerap mengandalkan peran keluarga dalam pembangunan karakter, moral, akhlak seorang anak. "Dalam kontek ini maka negara seharusnya memberikan dukungan, memberikan penguatan, memberikan pengokohan agar keluarga ini memiliki ketahanan dalam menghadapi berbagai situasi," ucap anggota Komisi IX DPR tersebut.
Menurutnya, keluarga menjadi salah satu institusi yang menentukan bagi kemajuan bangsa. Karena itu, Netty memandang, salah satu upaya untuk memperkuat bangsa, negara perlu memperhatikan keluarga.
Namun, ia menyayangkan ketika keluarga dinilai penting untuk menciptakan kemajuan bangsa hanya diatur dalam dua pasal dalam UU Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, yaitu pasal 47 dan pasal 48. "RUU Ketahanan Keluarga bisa dikatakan sebagai lex spesialis dari undang-undang yang selama ini sudah membahas keluarga, yang sayangnya hanya dua pasal dan itu pun tidak menjelaskan secara rinci bagaimana keluarga itu harus dikokohkan agar memiliki ketahanan dalam menghadapi berbagai situasi," tuturnya.
Ia juga mengatakan RUU Ketahanan Keluarga tidak menyeragamkan atau homogenisasi terhadap keluarga di Indonesia, tetapi diharapkan keluarga dapat mampu tumbuh kembang secara optimal sesuai dengan keragamannya. Pengusul akan menyisir kembali dengan undang-undang untuk menghindari adanya tumpang tindih dengan undang-undang eksisting yang juga mengatur terkait keluarga.
"Jadi insyaallah ketika kita melihatnya dengan kelapangan dada, ini tidak ada pasal-pasal atau ayat-ayat atau klausul yang kemungkinan mengatur secara private apa yang dikhawatiri oleh teman-teman anggota," kata dia.