Ahad 07 Dec 2025 20:57 WIB

Perjuangan Seorang Ibu di Tengah Banjir di Meurah Dua Aceh

Ia terkenang air malam itu datang begitu cepat.

Warga merunduk melewati tiang listrik yang roboh akibat banjir bandang di Kuala Simpang, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, Sabtu (6/12/2025). Berdasarkan data BPBD setempat hingga Sabtu (6/12), banjir bandang mengakibatkan 57 warga Aceh Tamiang meninggal dunia dan 23 warga hilang, sementara berdasarkan data BNPB bencana banjir dan tanah longsor di Sumatra mengakibatkan 916 orang meninggal dunia dan 274 orang hilang.
Foto: ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso
Warga merunduk melewati tiang listrik yang roboh akibat banjir bandang di Kuala Simpang, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, Sabtu (6/12/2025). Berdasarkan data BPBD setempat hingga Sabtu (6/12), banjir bandang mengakibatkan 57 warga Aceh Tamiang meninggal dunia dan 23 warga hilang, sementara berdasarkan data BNPB bencana banjir dan tanah longsor di Sumatra mengakibatkan 916 orang meninggal dunia dan 274 orang hilang.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Tiada seorang ibu rela meninggalkan anak dalam keadaan apapun. Ungkapan itu dibuktikan juga oleh perempuan bernama lengkap Faridah.

Ibu berumur 32 tahun itu berjuang di tengah air kecokelatan berlumpur yang menerobos dan merendam tempat tinggalnya di Gampong Beuringen, Kecamatan Meurah Dua, Kabupaten Pidie Jaya pada Rabu (26/11/2025) tengah malam.

Baca Juga

Tak ada hal lain yang terpikir di benaknya di tengah malam itu, selain memastikan Ihzalul Farza (9 tahun). Anak pertamanya yang terbaring dengan kondisi hanya mampu tersenyum tanpa berkata-kata akibat kecelakaan 1 tahun dua bulan silam, serta Michaila sang adik (3) dalam gendongan, bisa bertahan dan melewati musibah di malam itu.

Dibantu Rosmiati sang ibu kandung dan Melisa adik perempuannya, Faridah berjibaku di tengah kepungan banjir. Mereka saling bahu membahu menyelamatkan dua malaikat kecil itu agar selamat dan tetap dalam kondisi aman.

Faridah menuturkan, banjir memang sudah menjadi langganan warga daerah itu. Mereka bahkan telah menyiapkan tempat yang lebih tinggi sebagai tempat evakuasi saat banjir melanda.

Namun, musibah di tengah malam itu, justru berbeda dengan banjir tahun-tahun sebelumnya yang pernah melanda kampung halaman ibu dari enam bersaudara itu.

Air, malam itu, datang begitu cepat, melebihi banjir yang pernah mereka alami. Air keruh kecoklatan itu masuk dengan bebas dalam rumahnya dengan ikut serta membawa lumpur.

Mereka terus berjibaku di tengah kepungan banjir beserta lumpur. Lewat peralatan seadanya mereka berusaha agar Farza yang terbaring di kasur decobitus tetap aman bersama adiknya Micheila

"Dek Farza malam itu kami angkat bersama-sama di atas fiber. Dia tidak bisa bergerak karena kondisi mengalami penurunan kesadaran dan saat ini masih menggunakan selang di hidung atau (NGT)," kata Faridah, dengan nada terbata-bata.

Mereka berempat malam itu bertahan di tengah kepungan banjir yang ikut merendam badan dan membasahi baju yang dikenakannya, seraya memegang fiber tempat Farza terbaring dalam kepungan banjir. Malam itu seakan berjalan begitu lama bagi mereka.

Mereka terus bertahan di dalam air dan kondisi tanpa penerang. Faridah dan ibunya tetap meyakini akan ada malaikat penyelamat yang datang menghampiri mereka dan mengeluarkan sang buah hatinya.

Sekitar 12 jam mereka terkurung di dalam rumah. Akhirnya sekitar jam 11.00 pagi ia bersama anak-anaknya serta ibu dan adiknya dievakuasi oleh pemuda di gampong itu.

Saat ini Ihzalul Farza terbaring di kasur decobitus tanpa angin di ruko yang dipinjamkan oleh warga sekitar. Rumah mereka tak bisa ditempati karena terendam lumpur pekat ditambah suasana gelap gulita tanpa penerang.

Faridah berkisah musibah kecelakaan yang menimpa Farza satu tahun silam. Anaknya tertabrak saat sedang berjalan kaki.

Musibah itu membuat anak pertamanya masih terbaring di tempat tidur. Ia juga berusaha Farza bisa tidur di kasur docobitus agar tidak luka di punggungnya karena terlalu lama.

Di tengah pengungsian, Farza terbaring di decobitus yang tak berangin karena pompa terhenti seiring tak adanya pasokan listrik. Kondisi tersebut ikut memperburuk kondisi Farza.

Farza sudah beberapa kali masuk ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan terhadap penyakit yang di deritanya akibat kecelakaan tersebut. Di tengah bencana mendera, Faridah tetap berharap agar sang buah hati yang kini terbaring, dapat sembuh dan bermain layaknya teman seusianya.

Faridah juga tak bisa menahan air matanya, kala ikut menceritakan saat ini ia membesarkan anak-anaknya tanpa didampingi langsung sang suami Sabaruddin.

Sang suami mengadu nasib ke negeri jiran Malaysia guna menafkahi keluarganya. Ia tidak bisa pulang untuk melihat langsung sang buah hati karena kelengkapan administrasi tak berlaku lagi.

Jika pun kangen dengan kedua buah hati, hanya sebatas via layar telpon. Tak ada pelukan dan sentuhan langsung yang bisa Sabaruddin berikan bagi sang anak yang terbaring di kasur.

"Ayahnya juga pasti khawatir kala mendengar Aceh mengalami musibah besar termasuk Pidie Jaya dan seluruh komunikasi terputus. Sudah 10 hari kami tak ada komunikasi. Semoga dengan adanya Starlink yang dibantu Dompet Dhuafa bisa ikut melepas rindu Farza dengan ayahnya," katanya.

Faridah yang ikut menggendong Michailla yang selalu berkata "mak kita tidak bisa pulang lagi ke rumah" berharap agar ada pihak yang ikut membantu memfasilitasi sang suami bisa berkumpul bersamanya. Di tengah ujian yang ia alami, Faridah ikut mendapat perhatian dari tim Dompet Dhuafa yang membuka Posko di Gampong Beuringen.

Artis nasional Marcella Zalianty yang menjenguk langsung kondisi Ihzalul Farza tak bisa menahan air mata. Sesekali ia menyeka air mata yang keluar lewat kelopak matanya saat mengobrol dan mengelus dada sang bocah.

"Apa kabar dek Farza. Insya Allah adek akan sembuh," kata Marcella

Marcella dalam kesempatan itu mengatakan Farza akan mendapatkan penanganan yang lebih baik untuk proses penyembuhan sehingga dapat kembali ceria dengan rekan sebayanya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement