Kamis 12 Nov 2020 19:31 WIB

Keraguan Soal Kehalalan Vaksin, Satgas Pastikan MUI Terlibat

Selain MUI, BPOM juga dilibatkan untuk mengawasi aspek keamanan vaksin.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Fuji Pratiwi
Vaksin Covid-19 (ilustrasi). Satgas Penanganan Covid-19 memastikan ada keterlibatan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam proses pengadaan vaksin Covid-19 di Tanah Air.
Foto: Republika
Vaksin Covid-19 (ilustrasi). Satgas Penanganan Covid-19 memastikan ada keterlibatan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam proses pengadaan vaksin Covid-19 di Tanah Air.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satgas Penanganan Covid-19 memastikan ada keterlibatan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam proses pengadaan vaksin Covid-19 di Tanah Air. Pernyataan satgas ini merespons masih adanya keraguan terkait keamanan dan kehalalan vaksin Covid-19.

"Pemerintah terus memastikan kehalalan dari vaksin Covid-19 yang nantinya akan digunakan di Indonesia," ujar Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito dalam keterangan pers, Kamis (12/11). 

Baca Juga

Tim dari MUI, BPOM dan Bio Farma telah mengunjungi lokasi pembuatan vaksin Covid-19 di China. Masyarakat perlu mengetahui vaksin yang nanti digunakan di Tanah Air telah lolos uji klinis dan halal digunakan.

Selain kehalalan yang akan dipastikan oleh MUI sendiri, BPOM dilibatkan untuk memastikan keamanan dan efektivitas vaksin. BPOM juga yang akan menerbitkan emergency use authorization (EUA) untuk produksi massal vaksin Covid-19. 

Sebelumnya diberitakan hasil survei yang dilakukan Populi Center terkait penerimaan masyarakat terhadap vaksin Covid-19. Hasilnya, 60 persen responden mengaku mau menggunakan vaksin dan 40 persen sisanya enggan menggunakan. 

Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin Covid-19 Unpad, Kusnandi Rusmil menjelaskan, pembuatan sebuah vaksin dimulai dari mencari antigen terhadap virus atau bakteri. Antigen atau bakal vaksin ini kemudian dilakukan uji kimia dan fisika. Dalam proses ini, peneliti akan melihat apakah bakal vaksin stabil atau tidak.

Bila terbukti stabil, proses selanjutnya adalah masuk pre klinis atau pengujian terhadap binatang. Biasanya dilakukan dengan menyuntikkan bakal vaksin kepada tikus atau monyet. Setelah disuntik, maka akan diamati respons organ tubuh binatang, terutama paru-paru, otak, pencernaan, dan lainnya. 

"Kalau sudah bagus dampaknya, baru bisa masuk uji klinis fase I pada manusia," kata Kusnandi. 

Uji klinis terbagi dalam tiga fase. Pertama, dilakukan terhadap subjek manusia sebanyak 80 sampai 100 orang. Pada proses ini, peneliti akan fokus pada aspek keamanan vaksin. 

Selanjutnya pada fase kedua, uji klinis dilakukan terhadap ratusan orang. Aspek yang diteliti adalah imunogenisitas dan keamanan serta dosis vaksinnya. Setelahnya, masuk ke fase tiga, uji klinis dilakukan terhadap ribuan orang. Biasanya dilakukan serentak di berbagai tempat. 

"Jadi kayak uji klinis fase III di Indonesia ini sama-sama dilakukan dengan Brasil, UEA, Turki, dan India. WHO akan melihat hasilnya sama tidak. Kalau sama, WHO akan memberikan disposisi bahwa vaksin bisa digunakan di seluruh dunia," ujar Kusnandi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement