REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Distribusi modul-modul untuk pembelajaran jarak jauh (PJJ) masih menjadi kendala yang dialami Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Rata-rata daerah yang mengalami kesulitan mengakses modul adalah wilayah terpencil yang sulit dijangkau.
Peneliti Madya Pusat Penelitian dan Kebijakan (Puslitjak) Badan Penelitian Pengembangan dan Perbukuan (Balitbang dan Perbukuan) Kemendikbud, Meni Handayani mengatkaan para guru menilai positif keberadaan modul PJJ. Namun, angka ini cenderung turun di daerah tertinggal.
"Sebanyak 65 persen pengguna kurikulum darurat mengetahui modul belajar literasi dan numerasi. Namun, sebagian besar guru di daerah tertinggal masih terkendala mengakses modul," kata Meni, dalam keterangannya, Rabu (11/11).
Menyikapi temuan tersebut, Meni mengatakan perlunya menggiatkan sosialisasi kurikulum dan modul belajar di daerah tertinggal dengan melibatkan organisasi lokal seperti LSM, mitra pembangunan, media lokal, dan kampus. Selain itu, penyaluran modul agar sampai ke guru-guru juga harus makin intensif, bisa diberikan lewat dinas pendidikan dan kepala sekolah.
Sementara itu, Guru SDN 2 Malinau Barat, Birrul Asrori menyampaikan bahwa Modul Belajar Literasi dan Numerasi yang dikeluarkan Kemendikbud sangat tepat. Sebab, menurutnya, alokasi waktunya sesuai dengan aturan gugus tugas dan sesuai jam belajar masa pandemi, yaitu empat jam saja.
"Kalau pakai buku Kurikulum 2013, itu untuk enam sampai tujuh jam belajar. Modulnya juga bisa dipakai sekaligus untuk BDR, jadi enak untuk digunakan," kata Birrul.
Birrul juga mengapresiasi kurikulum darurat karena memberikan ruang gerak bagi guru. Di sisi lain, ia berharap para guru bisa mengadaptasi modul ini agar lebih menarik dan relevan bagi siswa dan orang tua.
"Karena yang wajib diajarkan hanya Kompetensi Dasar (KD) Esensial dan Prasyarat untuk naik ke kelas selanjutnya, kami jadi bisa fokus memilih KD mana yang akan kami perdalam," ujar dia.