Selasa 10 Nov 2020 18:55 WIB

Kemendagri Terima Masukan Soal UU Ciptaker Bisa Turunkan PAD

Masukan yang diterima akann dijadikan bahan penyusunan 37 rancangan PP.

Ilustrasi Omnibus Law. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menerima masukan soal prediksi bahwa keberadaan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja bisa menurunkan jumlah pendapatan asli daerah (PAD).
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Ilustrasi Omnibus Law. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menerima masukan soal prediksi bahwa keberadaan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja bisa menurunkan jumlah pendapatan asli daerah (PAD).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menerima masukan soal prediksi bahwa keberadaan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja bisa menurunkan jumlah pendapatan asli daerah (PAD). Kemendagri menerima masukan-masukan tersebut saat rangkaian sosialisasi UU Cipta Kerja di kampus-kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) di seluruh Indonesia.

Rektor IPDN Hadi Prabowo mengatakan masukan-masukan yang diterima dari kegiatan sosialisasi itu akan dijadikan bahan penyusunan 37 rancangan peraturan pemerintah (RPP) yang kini tengah digodok. "Sosialisasi UU Cipta Kerja ini perintah dari Bapak Presiden dan Bapak Mendagri. Supaya memberi pemahaman yang baik kepada masyarakat," kata Rektor IPDN Hadi Prabowo dalam rilisnya di Jakarta, Selasa (10/11).

Baca Juga

Kali ini, tim Kemendagri dan IPDN menggelar sosialisasi di Kampus IPDN Papua di Sentani, Jayapura. Sebanyak 675 peserta mengikuti kegiatan tersebut, baik secara luring maupun secara daring dan live streaming.

Perwakilan Pemda Papua, unsur Forkompimda Papua, BEM dari lima universitas, asosiasi pengusaha (Kadin dan Himpi), akademisi setempat, serta perwakilan serikat pekerja dan perwakilan PT Freeport, perusahaan tambang raksasa yang sudah beroperasi sejak 1967 di Timika Papua itu, hadir menyimak sosialisasi UU Cipta Kerja.

Kemendagri mendapatkan masukan dari Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Pemkot Jayapura Yohannes Wimbe. Ia menyoroti adanya potensi kehilangan kewenangan daerah dalam penerapan UU Cipta Kerja, khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan sumber-sumber pendapatan asli daerah.

"Pendapatan sumber asli daerah sangat didominasi dengan pelaksanaan kewenangan perizinan dan retribusi daerah. Bila ini dihilangkan atau dipangkas, otomatis akan menghilangkan sumber penyumbang PAD dan akhirnya mengganggu stabilitas fiskal daerah," kata Wimbe.

Karena itu, Wimbe menyarankan agar pemerintah pusat terlebih dahulu melakukan perhitungan potensi kehilangan/penurunan PAD di 548 daerah otonom se-Indonesia secara saksama sebelum menyusun RPP pelaksanaan UU Cipta Kerja. 

Pada kegiatan sosialisasi, Wakil Rektor IPDN Prof. Khasan menjelaskan informasi-informasi positif soal UU Cipta Kerja. Misalnya, undang-undang itu akan memaksa birokrasi pemerintah di pusat dan daerah makin efisien meningkatkan investasi dan mempermudah kegiatan usaha ekonomi.

Alasannya, mata rantai perizinan akan dipangkas seringkas mungkin. Daerah tidak kehilangan kewenangan, tetapi cara penggunaan kewenangan tersebut akan dibuat efisien, tidak njelimet seperti sekarang.

"Undang-undang tersebut akan memangkas aneka perizinan yang selama ini berbelit-belit, rumit, lama, dan berbiaya mahal," katanya menjelaskan.

Pada kesempatan yang sama, Staf Khusus Mendagri Kastorius Sinaga memaparkan data masalah ledakan pengangguran di Indonesia saat ini. "Setiap tahun sebanyak 2,9 juta tenaga kerja baru memasuki sektor pasar tenaga kerja formal. Di samping angka ini, sekitar 6 juta terkena PHK akibat dampak ekonomi serangan COVID-19 selama 7 bukan terkahir," ucap Kastorius.

UU Cipta Kerja kata dia hadir dengan klaster tematik, kemudahan investasi, penyederhanaan perizinan, tata ruang dan pertanahan, ketenagakerjaan, dan administrasi pemerintahan akan memangkas secara radikal proses perizinan sehingga cepat, murah, dan pasti. "Ujungnya, ini akan mendorong investasi dan menjadi ekosistem kondusif bagi 68 juta UKM untuk berekspansi untuk penyerapan lapangan kerja secara masif," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement