Jumat 06 Nov 2020 19:40 WIB

Pakar Hukum Sarankan Perbaikan UU Cipta Kerja Lewat Perppu 

Kesalahan dalam UU Ciptaker adalah pelanggaran formil yang sangat luar biasa.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Agus Yulianto
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gajah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gajah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar mengomentari terkait adanya kesalahan yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dia menyarankan, agar pemerintah dalam melakukan perbaikan UU Cipta Kerja dengan membuat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).  

"Perbaikan yang paling mungkin menurut saya adalah dengan membuat Perpu dibandingkan ide melakukan perubahan langsung ketemu presiden dan DPR kemudian mengubah dan kemudian dimuat lagi dalam berita negara. Menurut saya tidak punya dasar sama sekali, aturan hukum, dibanding ide Perppu yang menemukan dasar hukumnya dalam undang-undang dasar," kata Zainal dalam diskusi bertajuk 'Anotasi Hukum UU Cipta Kerja Pemaparan Kertas Kebijakan FH UGM Atas UU Cipta Kerja' yang digelar Fakultas Hukum UGM secara daring, Jumat (6/11).

Menurutnya, kebutuhan Perppu lebih mendesak dibuat lantaran adanya kekosongan hukum. Dia mengatakan, prosedural tidak bisa dihilangkan dan penting menjadi perhatian dalam perbaikan UU Cipta Kerja.

"Hal yang teknis itu jangan dianggap teknis, tapi itu penting karena itu menjaga fairness dari negara berhadapan dengan warga," ujarnya.

Selain itu, dia juga menilai mustahil bahwa kesalahan yang terdapat dalam UU Cipta Kerja hanya karena salah ketik. Sebab, menurutnya, pasal 6 yang disebut-sebut salah ketik, ternyata pasal 5 ayat 1 huruf a memang ada di naskah UU Cipta Kerja versi 905 halaman. 

"Apakah itu praktik salah ketik? Bukan, itu praktik dari gejala hapus menghapus pasal yang terjadi pascapersetujuan. Karena itu pelanggaran formil yang sangat luar biasa nggak mungkin itu dikatakan salah ketik," ucapnya.

Dia berharap, praktik menyimpang yang pernah terjadi dalam prosedur perbaikan undang-undang tidak kembali diulang. "Saya ingat ada perkataan bahwa ini pernah terjadi juga di masa lalu. Namun, kesalahan di masa lalu itu tidak boleh dibenarkan untuk masa sekarang," ungkapnya. 

Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya mengatakan, bahwa kesalahan penulisan atau typo dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja pernah terjadi pada undang-undang lainnya. Pertama, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Kedua, Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Kabupaten Mesuji di Provinsi Lampung.

"Kedua undang-undang tersebut diperbaiki pada distribusi kedua naskah resmi yang disebarluaskan kepada masyarakat dan pemangku kepentingan terkait," ujar Willy saat dikonfirmasi, Rabu (4/11).

Dia mengatakan, mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, kesalahan redaksional pada UU Cipta Kerja masih dapat diperbaiki. "Kesalahan ketik seperti dicontohkan masih dapat diperbaiki meskipun RUU telah disahkan dan diundangkan," ujar Willy. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement