Kamis 05 Nov 2020 14:58 WIB

Catatan Hakim MK Terhadap Permohonan Uji Materi UU Ciptaker

Susunan materi UU Ciptaker yang hendak diuji pemohon terlalu menggeneralisasi.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Indira Rezkisari
Gedung Mahkamah Konstitusi. Hakim MK memberi sejumlah catatan perbaikan kepada Dewan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa (FSPS) selaku pemohon uji materi UU Ciptaker.
Foto: republika.co.id
Gedung Mahkamah Konstitusi. Hakim MK memberi sejumlah catatan perbaikan kepada Dewan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa (FSPS) selaku pemohon uji materi UU Ciptaker.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang perdana pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) terhadap UUD 1945 di Mahkamah Konstitusi (MK) telah dilaksanakan. Ada sejumlah catatan perbaikan dari hakim konstitusi kepada Dewan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa (FSPS) selaku pemohon.

"Sekali lagi, saudara dari federasi ini untuk betul-betul bekerja lagi, cermat memperbaiki. Jangan salah dan keliru di nomor-nomor pasal omnibus-nya dan di nomor-nomor pasal yang dimohonkan pengujian, terlebih kalau pasal itu juga merujuk ke ayat di atasnya," ujar Hakim Konstitusi, Wahiduddin Adams, pada sidang yang dilakukan virtual, dikutip dari siaran Youtube MK, Kamis (5/11).

Baca Juga

Wahiduddin menjelaskan, susunan materi yang hendak diuji oleh para pemohon terlalu menggeneralisasi. Itu berakibat pada adanya ketidaksinkronan antara objek yang diuji di dalam petitum pemohon. Menurut dia, nomor pasal yang disebutkan pemohon belum begitu jelas karena UU yang diuji merupakan omnibus law yang berisi perubahan lebih dari 70 UU.

"Walaupun saudara mengujinya di dalam kluster ketenangakerjaan yang terbatas ini, tapi karena UU ini satu sistem, nomornya itu, pasalnya, urutannya ada tapi bersamaan itu nomor pasal yang dihapus, yang dinyatakan tak berlaku lagi itu kan banyak yang sama," kata dia.

Dalam berkas permohonan para pemohon tidak terdapat nomor UU Cipta Kerja. Pemohon masih mengosongkan angka UU tersebut lantaran UU tersebut belum diberi nomor saat mereka mengajukan permohonan ke MK. Hal tersebut pun diminta untuk diperbaiki.

"Jangan dikatakan 'kan gampang saja hakim itu isi saja nomornya yang saya kosongin itu.' Tidak begitu ya. Kalau begitu, ya di perpustakaan kita banyak dan hakim sudah punya sebetulnya (UU Cipta Kerja), tapi posisi saudara itu harus posisi (dijadikan) bukti," kata dia.

Sementara itu, Hakim Konstitusi, Manahan MP Sitompul, menyarankan agar pemohon menguraikan secara jelas kedudukan hukum dan kerugian konstitusional pemohon yang dirugikan dengan berlakunya UU Cipta Kerja. Manahan juga mengatakan, dalam mengemukakan kerugian hak konstitusional mana norma-norma yang bertentangan dengan UU Cipta kerja.

Kemudian, Hakim Konstitusi, Arief Hidayat, menyarankan pemohon untuk memastikan kedudukan hukum pemohon, apakah itu sebagai perseorangan atau badan hukum publik. Sebelum menutup persidangan, Arief menyampaikan agar pemohon menyerahkan perbaikan permohonan ke Kepaniteraan MK selambat-lambatnya pada Selasa, 17 November 2020, pukul 13.30 WIB.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement