Rabu 28 Oct 2020 13:29 WIB

Tinggi Gelombang 4-6 M, Kemhub Tertibkan Maklumat Pelayaran

Cucaca ekstren dan gelombang tinggi itu terjadi selama tujuh hari dari 25-31 Oktober.

Kendaraan roda empat mengantri untuk memasuki kapal di Pelabuhan Merak, Banten. Dalam masa tujuh hari, (25-31 Oktober) semua pihak harus waspada terhadap cuaca ekstrem dan gelobang tinggi perairan.
Foto: Republika/Prayogi
Kendaraan roda empat mengantri untuk memasuki kapal di Pelabuhan Merak, Banten. Dalam masa tujuh hari, (25-31 Oktober) semua pihak harus waspada terhadap cuaca ekstrem dan gelobang tinggi perairan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan cq Direktorat Jenderal Perhubungan Laut kembali mengingatkan kepada semua pihak baik--para petugas di lapangan, operator kapal maupun masyarakat pengguna jasa transportasi laut--untuk mewaspadai cuaca ekstrem di perairan Indonesia. Peringatan ini tertuang dalam Maklumat Pelayaran Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor 102/PHBL/2020 tanggal 26 Oktober 2020 tentang Waspada Bahaya Cuaca Ekstrem dalam Tujuh Hari ke depan.  

Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai Ahmad memerintahkan, seluruh jajaran Direktorat Jenderal Perhubungan Laut terutama para Kepala Syahbandar Utama, Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP), Kepala KSOP Khusus Batam, para Kepala Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai (PLP) dan Kepala Distrik Navigasi di seluruh Indonesia, agar tetap mewaspadai adanya cuaca ekstrem dan gelombang tinggi yang masih terjadi di sebagian wilayah perairan Indonesia.

Berdasarkan hasil pemantauan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), diperkirakan tujuh hari ke depan yaitu mulai tanggal 25 hingga 31 Oktober 2020  akan terjadi cuaca ekstrem  di beberapa perairan di Indonesia. Dalam masa itu, tinggi gelombang antara 4.0 hingga 6.0 meter. 

photo
Gelombang pasang air laut menerjang pantai selatan Kabupaten Sukabumi di kawasan Palabuhanratu. - (Forum Kordinasi SAR Daerah Sukabumi)

Gelombang tinggi itu terjadi di perairan Enggano, Bengkulu, perairan Barat Lampung, Samudera Hindia Selatan Barat Kepulauan Mentawai hingga Lampung, perairan selatan Banten hingga Jawa Timur, Samudera Hindia Selatan Banten hingga  NTT, Selat Bali, Selat Lombok, Selat Alas, Bagian Selatan.

Untuk tinggi gelombang antara 2,5 hingga 4.0 meter akan terjadi di Samudera Hindia Barat Aceh, Laut Natuna Utara, Perairan Selatan Jawa Tengah hingga Pulau Lombok, Selatan Bali hingga Selat Lombok Bagian Selatan, perairan Sabang, perairan barat Aceh, perairan barat P Simeleu, Selat Sunda Bagian Utara, Perairan Selatan Kupang hingga Pulau Rote, Perairan Barat Lampung, Perairan Selatan Banten hingga Jawa Barat, Perairan Pulau Sawu, Laut Timor Selatan, NTT, Perairan Selatan Banten hingga Jawa Barat.

Sedangkan gelombang sedang antara 1,5 hingga 2,5 meter  akan terjadi di Padang, Laut Natuna Utara, perairan Kep Anambas, dan Kep Natuna, Laut Natuna, Laut Jawa Bagian Timur, Perairan Kepulauan Sabalana, Selat Makassar Bagian Selatan, Perairan Kep Selayar, Teluk Bone Bagian Selatan, Perairan Bau-Bau dan Kep. Wakatobi, Laut Flores, Perairan Utara NTT, Laut Sawu, Perairan P Sabu dan P Rote, Perairan Kep Sangihe Talaud, Perairan Utara Halmahera, Laut Halmahera, Perairan Selatan Kep Sula, Laut Seram, Perairan P Buru dan P Seram, Laut Banda, Perairan Kep Sermata-Leti, Perairan Kep Babar-Animbar, Perairan Kep Kai-Aru, Laut Aru, Laut Arafura.

Terkait dengan hal ini,  Direktur Jenderal Perhubungan Laut menginstruksikan agar seluruh Syahbandar untuk terus melakukan pemantauan ulang (meng-up to date) kondisi cuaca setiap hari melalui website www.bmkg.go.id. Selain itu, menyebarluaskan hasil pemantauan dengan cara membagikan kepada para pengguna jasa serta memasang di terminal-terminal atau tempat embarkasi dan debarkasi penumpang kapal.

"Apabila kondisi cuaca membahayakan keselamatan kapal, maka Syahbandar harus menunda pemberian Surat Persetujuan Berlayar (SPB) sampai kondisi cuaca di sepanjang perairan yang akan dilayari benar-benar aman untuk berlayar", ucap Ahmad dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Rabu (28/10).

Selain itu, kepada seluruh Operator Kapal khususnya para Nakhoda diminta agar melakukan pemantauan kondisi cuaca sekurang-kurangnya 6 (enam) jam sebelum kapal berlayar dan melaporkan hasilnya kepada Syahbandar saat mengajukan permohonan Surat Persetujuan Berlayar (SPB). Dan selama pelayaran di laut tersebut, Nakhoda wajib melakukan pemantauan kondisi cuaca setiap 6 (enam) jam dan melaporkan hasilnya kepada Stasiun Radio Pantai (SROP) terdekat serta dicatatkan ke dalam log-book.

“Jika kapal dalam pelayaran mendapat cuaca buruk, kapal tersebut harus segera berlindung di tempat yang aman dan segera melaporkannya kepada Syahbandar dan Stasiun Radio Pantai  (SROP) terdekat dengan menginformasikan posisi kapal, kondisi cuaca, kondisi kapal serta hal penting lainnya," ujarnya.

Dirjen Hubla juga menginstruksikan kepada seluruh Kepala Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai (PLP) dan Kepala Distrik Navigasi untuk tetap mensiap-siagakan kapal-kapal Negara (Kapal Patroli dan Kapal Perambuan) dan segera memberikan pertolongan jika sewaktu-waktu terjadi kecelakaan kapal. 

“Kepala SROP dan Nakhoda Kapal Negara dihimbau untuk selalu melakukan pemantauan dan penyeberluasan kondisi cuaca dan berita marabahaya. Dan apabila ditemukan  gangguan atau  terjadi kecelakaan di laut agar segera melaporkan melalui Nomor Puskodalnas 081196209700," tandas Ahmad.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement