Selasa 27 Oct 2020 14:49 WIB

LGBT tak Lagi Persoalan Individu Tapi Semakin Terorganisasi

LGBT akan menjadi masalah sosial yang sangat destruktif.

Tolak LGBT/Ilustrasi

Keempat, LGBT akan massif jika telah menjadi identitas kelompok. Saat ini para pelaku LGBT sudah terkristalisasi ke dalam komunitas-komunitas tertentu yang makin terorganisir. Mulai dari komunitas kecil, LSM, sampai dengan organisasi di kampus.

Jika sudah menjadi komunitas, akan muncul identitas kelompok. Jika para anggota kelompok mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari kelompok itu, secara psikologis mereka akan lebih percaya diri, merasa tidak sendirian, dan merasa senasib sepenanggungan dengan anggota lainnya.

Perasaan ini akan mengkristal menjadi bentuk kesetiaan dan kebanggaan bahkan pembelaan tanpa batas terhadap kelompoknya. Jika sebagai individu maupun kelompok diperlakukan tidak adil, maka pembelaan atas nama solidaritas dan jiwa korsa akan muncul dengan sendirinya.

Kelima, masyarakat permissif dan apatis akan menyuburkan LGBT. LGBT akan makin berkembang ketika masyarakat bersikap apatis, tidak kritis dan bahkan permisif terhadap eksistensi mereka. Jika masyarakat sangat sering terpapar dengan ide-ide dan narasi persamaan, toleransi, dan pada saat yang sama tidak memahami dan kurang meyakini ajaran agamanya, bukan tidak mungkin mereka mulai memandang LGBT itu normal dan tidak ada yang salah dengan perilaku kaum ini. Jika ini yang terjadi maka muncul sikap permissif, suatu sikap serba boleh, asal tidak mengganggu orang lain, asal tidak memaksa, asal tidak mengganggu ketertiban umum, dan lain-lain.  

Keenam, LGBT akan menjadi gerakan massif jika disupport elemen masyarakat sipil, khususnya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Sebagai elemen sistem demokrasi liberal masyarakat sipil adalah salah satu pilar penting.

Suara LSM seringkali lebih diperhitungkan daripada suara orang-perorang. Bahkan LSM dapat saja mewarnai arus utama wacana yang berkembang di masyarakat. LSM berhaluan LGBT saat ini makin berkembang di negeri ini.

Ketujuh, LGBT akan berkembang massif jika disupport dana besar dan lembaga internasional. Bukan rahasia lagi bahwa gerakan LGBT didukung oleh dana yang cukup besar dari lembaga-lembaga internasional bahkan oleh PBB sendiri. Dana yang sangat besar ini tentu cukup efektif untuk dijadikan sarana untuk berbagai bentuk kampanye, gerakan-gerakan massif,  dan pencitraan baik di media maupun dalam bentuk forum-forum dalam skala lokal nasional maupun internasional.

Kedelapan, LGBT akan menjadi massif jika pengikut LGBT adalah orang-orang penting dan berpengaruh semisal artis, pejabat, dan public figur lainnya. Fenomena ini bukan isapan jempol tetapi sudah menjadi fakta kehidupan. Ada salah satu perguruan tinggi terkemuka di Indonesia misalnya, yang beberapa dosennya penganut LGBT.

Pada zaman Orde Baru bahkan ada seorang menteri penyuka sesama jenis. Kemudian ada artis di Korea Selatan yang saat ini menjadi salah seorang idola yang secara terang-terangan mengakui dirinya seorang gay.

Di Indonesia juga pernah ada berita bahwa ada artis dan perancang busana yang gay. Sebagai public figure apalagi artis yang banyak penggemar, perilaku mereka seringkali dijadikan contoh, acuan, dan trend oleh sebagian generasi muda.

Kesembilan, LGBT akan makin massif jika mereka ikut mempengaruhi pengambilan keputusan di parlemen. Pengaruh ini dapat berbentuk langsung maupun tidak langsung.

Bentuk pengaruh langsung misalnya anggota parlemen yang ikut terlibat dalam pengambilan keputusan-keputusan penting di parlemen adalah seorang LGBT itu sendiri. Pengaruh secara langsung juga bisa dalam bentuk ide gagasan dan pembelaan dari orang-orang di parlemen yang simpati terhadap eksistensi kaum LGBT. Mereka ini biasanya anggota parlemen berhaluan liberal.

Di Amerika Serikat (AS) anggota parlemen berhaluan liberal berasal dari Partai Demokrat. Orang-orang semacan ini dapat mempengaruhi perumusan rancangan undang-undang dan peraturan sehingga lebih berpihak kepada kaum LGBT. Di Indonesia hal semacam itu sangat mungķin terjadi karena Indonesia menganut sistem demokrasi liberal, di mana pengambilan keputusan di parleman ditentukan oleh suara terbanyak (50 persen plus 1), tidak peduli apakah keputusan itu sejalan ataukah bertentangan dengan ajaran agama dan nilai-nilai luhur bangsa karena suara rakyat adalah suara Tuhan (vox populi vox dei).

Di AS, misalnya, sejak 26 Juni 2015 telah disahkan peraturan yang melegalkan pernikahan sesama jenis di 50 negara bagian. Sebelumnya hal ini hanya legal di 36 negara bagian.

Mahkamah Agung AS kemudian mencabut larangan pernikahan sesama jenis di 14 negara bagian lainnya. AS adalah negara ke-21 di dunia yang melegalkan pernikahan sesama jenis.

Semoga dengan menyadari hal-hal yang dijelaskan di atas kita lebih waspada dan segera merancang strategi terbaik untuk membendung arus massif gerakan dan penyebaran LGBT di Indonesia. Perlu ada aksi nyata yang serius dan komprehensip untuk melakukan ini baik dari aspek agama, hukum, pendidikan, maupun social budaya. Semua pihak pemangku kepentingan perlu dilibatkan (pemerintah, anggota DPR, agamawan, budayawan, TNI, Polri, pendidik, dan sebagainya). Semuanya demi tujuan menyelamatkan generasi Indonesia ke depan dari kehancuran, sekaligus juga menyelamatkan negara serta masyarakat kita dari murka dan azab Tuhan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement