Selasa 27 Oct 2020 14:49 WIB

LGBT tak Lagi Persoalan Individu Tapi Semakin Terorganisasi

LGBT akan menjadi masalah sosial yang sangat destruktif.

Tolak LGBT/Ilustrasi
Tolak LGBT/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ismail Sukardi, Dosen UIN Raden Fatah Palembang

Berita yang cukup mengejutkan tentang LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) kembali meramaikan jagad berita di Tanah Air. Kali ini perilaku seksual sesama laki-laki (gay) menerpa tubuh Tentara Nasional Indonesia (TNI). Dilaporkan kasus LGBT diduga tidak hanya ada di kalangan TNI, tetapi juga di tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri), karena disinyalir ada kelompok yang disebut Persatuan LGBT TNI-Polri. (Republika, 16 Oktober 2020). 

Sebulan sebelumnya dilaporkan polisi menggerebek sebuah pesta seks kaum gay di sebuah apartemen di Kuningan, Jakarta. Ada 56 orang diamankan dalam peristiwa itu (Republika, 3 September 2019). Tampaknya persoalan LGBT akan terus menjadi wacana yang menguras perhatian dan energi kita karena LGBT adalah fenomena sosial yang telah menjadi realitas dalam kehidupan masyarakat Indonesia saat ini. Meskipun masih ada pro dan kontra terkait isu ini, mayoritas masyarakat Indonesia yang religius jelas tidak dapat menerima ekstensi LGBT baik atas nama larangan agama, nilai-nilai luhur budaya bangsa, maupun karena alasan moralitas. 

Dari aspek kuantitas jumlah pengikut LGBT di Indonesia saat ini sudah berada pada taraf yang sangat menghawatirkan. Data tahun 2012 menunjukkan jumlah kaum gay saja di Indonesia lebih dari 1 juta orang (Republika, 23 Januari 2016), belum dihitung yang lesbian, biseksual dan transgender. Jumlah ini mungkin akan terus bertambah.

Selain persoalan jumlah yang makin massif, LGBT saat ini bukan lagi sekedar persoalan individu-individu, tetapi semakin terorganisasi, terstruktur, dibela, dan diperjuangkan eksistensinya secara sistematis. Data Republika juga menyebut sampai akhir 2013 terdapat 119 organisasi LGBT di 28 provinsi di Indonesia (Republika, 23 Januari 2016).

Jika ini tidak dibendung, maka eksistensi LGBT akan semakin massif. Jika makin massif masalah sosial yang sangat krusial ini akan memicu perubahan sosial yang destruktif dan mengancam sendi-sendi kemanusiaan dan peradaban keindonesiaan. LGBT akan memicu munculnya masyarakat hedonis yang amoral, permissif, dan sakit secara fisik maupun psikologis. Dalam perspektif agama mewabahnya LGBT akan memicu murka Tuhan dan berujung pada bencana atau azab yang dahsyat bagi bangsa religius dan mayoritas Muslim ini.

Mencegah Massifikasi LGBT

LGBT akan menjadi masalah sosial yang sangat destruktif apabila dia berkembang secara massif di tengah masyarakat. Massifikasi LGBT adalah fenomena yang sudah tampak saat ini tanda-tandanya. Ada beberapa kondisi yang menjadi sebab terjadinya massifkasi LGBT.

Pertama, massifikasi akan terjadi jika LGBT sudah menjadi ideologi atau isme yang dipercaya atau diyakini kebenarannya oleh para penganut maupun pembela-pembelanya. Kaum ini membangun satu narasi besar tentang mengapa LGBT itu menjadi sah dan legal sehingga harus diberikan peluang dan diperlakukan setara di tengah masyarakat. 

Mereka misalnya mengatakan LGBT adalah kodrat yang given dari Tuhan karena terkait dengan orientasi seksual yang bersifat unik; LGBT itu hak asasi seseorang yang mesti dihargai;  LGBT tidak mengganggu orang secara sosial; kaum LGBT tetap bisa bekerja dengan baik dan produktif; LGBT harus diperlakukan sama dengan kaum heteroseksual lainnya; LGBT bukan penyakit jiwa yang perlu disembuhkan, dan seterusnya. Karena sudah menjadi ideologi atau isme dan memiliki penganut setia, maka LGBT akan terus dibela eksistensinya dan diperjuangkan hak-haknya serta menjadi alasan untuk mengusung gerakan anti penindasan dan penegakan rasa keadilan terhadap LGBT.

Kedua, LGBT akan semakin massif jika dikampanyekan secara besar-besaran dan sistematis baik oleh pengikut-pengikutnya maupun para pembelanya. Kampanye sistematis para pengikut dan pembela LGBT dilakukan dengan berbagai macam cara dan modus mulai dari menyebarkan konsep-konsep atau narasi tentang sahnya eksistensi LGBT melalui berbagai forum dan media (talkshow di radio dan televisi), demonstrasi besar-besaran, penyebaran pamflet dan spanduk, kampanye di website maupun media sosial, promosi dalam bentuk aplikasi android, menyebarkan video, gambar, dan lain-lain.

Kampanye massif ini sangat mungkin akan menerpa serta meracuni pikiran generasi muda dan tentu sangat berbahaya bagi pikiran, sikap, atau perilaku generasi muda kita. Tanpa edukasi dan pendampingan, mereka yang terus-menerus dibombardir dan terpapar dengan ide-ide, gambar-gambar, video, pamflet dan iklan-iklan akan mulai mempertanyakan dan merasa ragu, apakah ya LGBT memang salah?

Lalu keraguan ini dapat berkembang menjadi keyakinan bahwa LGBT tidak salah, sesuatu yang normal-normal saja, bawaan yang given. Keyakinan ini kemudian berujung pada perasaan simpati dan bahkan pembelaan baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.

Ketiga, LGBT akan semakin massif ketika hukum dan peraturan perundang-undangan tidak ditegakkan secara tegas atau bahkan tidak ada upaya untuk membangun satu sistem hukum yang bisa menjerat atau mengantisipasi perkembangan LGBT atau mempersempit ruang gerak mereka. Jika sistem hukum saja tidak dibangun dengan baik, maka penindakan dan sanksi terhadap pelaku LGBT sulit dilakukan.

Beberapa produk undang-undang dan peraturan sebenarnya sudah ada, misalnya Undang-undang Perkawinan, tetapi tentu tidak cukup. Alhamdulillah, para anggota DPR RI telah merevisi pasa-pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang antara lain terkait dengan eksistensi perilaku LGBT. Setidak-tidaknya ada perluasan pasal-pasal tertentu yang relatif dapat menjangkau perbuatan asusila penganut LGBT.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement