REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) segera melakukan pemanggilan kepada Ketua KPK Firli Bahuri. Komisaris Jendral Polisi itu diduga kembali melakukan pelanggaran etik terkait kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) UNJ beberapa waktu lalu.
"Mengikuti prosedur sesuai SOP yang ada," kata anggota Dewas KPK Albertina Ho saat dikonfirmasi perihal pemanggilan Firli Bahuri di Jakarta, Selasa (27/10).
Firli dilaporkan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) ke Dewas KPK. Laporan ICW berangkat dari petikan putusan Plt Direktur Pengaduan Masyarakat KPK Aprizal yang telah mendapatkan hukuman ringan atas pelanggaran kode etik serupa.
Namun, ICW menduga terdapat beberapa pelanggaran serius yang dilakukan oleh keduanya. ICW mencatat setidaknya terdapat empat dugaan pelanggaran kode etik yang terjadi.
Pertama, Firli Bahuri bersikukuh untuk mengambil alih penanganan yang saat itu dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemenkdikbu). Padahal, plt direktur Pengaduan Masyarakat KPK saat itu sudah menjelaskan tidak ditemukan adanya unsur penyelenggara negara setelah Tim Pengaduan Masyarakat melakukan pendampingan.
Kedua, Firli Bahuri menyebutkan dalam pendampingan yang dilakukan oleh Tim Pengaduan Masyarakat terhadap Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah ditemukan tindak pidananya. Padahal, ia diduga tidak mengetahui kejadian sebenarnya.
Ketiga, tindakan Firli Bahuri dan Karyoto saat menerbitkan surat perintah penyelidikan dan pelimpahan perkara ke kepolisian diduga tidak didahului dengan mekanisme gelar perkara di internal KPK. Padahal, dalam aturan internal KPK telah diatur bahwa untuk dapat melakukan dua hal tersebut mesti didahului dengan gelar perkara yang diikuti oleh stakeholder kedeputian penindakan serta para Pimpinan KPK.
Keempat, tindakan Firli Bahuri untuk mengambil alih penanganan yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kemendikbud diduga atas inisiatif pribadi tanpa melibatkan atau pun mendengar masukan dari Pimpinan KPK lainnya. Padahal, Pasal 21 UU KPK menyebutkan bahwa Pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial.
Berdasarkan hal di atas, ICW menduga tindakan keduanya telah melanggar Pasal 4 ayat (1) huruf b, Pasal 5 ayat (1) huruf c, Pasal 5 ayat (2) huruf a, Pasal 6 ayat (1) huruf e, Pasal 7 ayat (1) huruf a, Pasal 7 ayat (1) huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf c Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi.
Namun hingga kini, Firli Bahuri belum memberikan tanggapan terkait laporan tersebut. Dewas KPK juga mengaku belum mendapatkan laporan tersebut dari ICW.