Senin 26 Oct 2020 14:24 WIB

Polisi Terlibat Narkoba, Pengamat: Tugas Polisi Berat

Narkoba dianggap mendongkrak stamina dalam tempo cepat dan memperbaiki suasana hati.

Rep: Ali Mansur/ Red: Bilal Ramadhan
Reza Indragiri Amriel
Foto: NET
Reza Indragiri Amriel

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tertangkapnya seorang perwira Kompol IZ (55) menambah daftar panjang aparat kepolisian yang terlibat dengan narkoba. Pakar menilai ada keterkaitan antara tugas oknum Polisi itu dengan barang haram tersebut. Salah satunya beban tugas yang membuat oknum Polisi tersebut bersentuhan dengan narkoba.

Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel mengatakan jika bicara tentang pengedar atau bandar tampaknya motifnya adalah ekonomi. Kerakusan, keinginan memperkaya diri sendiri lewat cara jahat. Tapi kalau penyalahgunaan ada sisi psikologis yang sudah banyak diungkap lewat studi.

"Bekerja sebagai polisi sama artinya dengan menggeluti bidang yang amat berat," ujar Reza dalam keterangannya, Senin (26/10).

Apalagi reskrim, kata Reza, tuntutan organisasi, beban kasus, tekanan masyarakat, intervensi politik, kejahatan yang semakin kompleks, masalah pribadi. Tapi stamina terbatas.

Kesehatan jiwa juga rentan terganggu. Padahal, tugas-tugas harus dituntaskan dalam waktu yang juga terbatas. Kemudian narkoba ini dianggap dapat mendongkrak stamina dalam tempo cepat dan memperbaiki suasana hati.

"Jadi ironis memang, polisi bisa saja melarikan diri ke narkoba justru agar bisa menyelesaikan tugas dan menyesuaikan diri dengan segala kompleksitas tadi," tutur Reza.

Sementara pada sisi itu muncul keinsafan tentang pentingnya penataan tugas dan perhatian terhadap kesehatan personel. Ini, jelas, tidak bisa dipenuhi oleh personel sendiri. Harus ada peran organisasi secara keseluruhan. Lantas, kata Reza, mana yang lebih banyak, polisi pakai narkoba atau polisi jual narkoba?

"Tergantung wilayah dan waktu. Tapi ada satu studi yang menemukan kasus polisi jual narkoba ternyata lebih banyak. Ini disebut korupsi polisi yang berkaitan dengan narkoba (drug-related corruption)," tutur Reza.

Kendati demikian, lanjut Reza, apa pun itu, dibongkar dan dieksposnya skandal ini ke publik, ditambah lagi pengungkapan kasus LGBT di lingkungan kepolisian, merupakan prestasi Polri. Mereka, dalam dua skandal kakap tersebut, menepis blue curtain code, yaitu kecenderungan aparat penegakan hukum untuk menutup-nutupi kesalahan atau penyimpangan oleh sejawat.

Kemudian, sambung Reza, pengungkapan-pengungkapan hal yang sejatinya memalukan itu berpotensi menumbuhkan kepercayaan dan penghormatan publik terhadap institusi kepolisian. Tinggal lagi, kalau perlu, dihitung-hitung berapa nilai kerugian yang diakibatkan oleh skandal polisi menjadi drug dealer (atau bahkan drug trafficker).

"Penghitungan ini dibutuhkan agar kepada lembaga terpampang angka kerugian nyata yang sepatutnya dikompensasi oleh negara kepada masyarakat selaku pembayar pajak," tutup Reza.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement