Jumat 23 Oct 2020 01:15 WIB

Polri Bantah Ada Perubahan Pasal Kasus Kebakaran Kejagung

Rencananya Polri akan melakukan gelar perkara kebakaran Gedung Kejagung Jumat (23/10)

Rep: Ali Mansur / Red: Agus Yulianto
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono.
Foto: ANTARA/Reno Esnir
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Awi Setiyono membantah bahwa ada perubahan pasal terhadap tersangka kasus kebakaran Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung). Ia memastikan, pihaknya menyampaikan dua pasal yang bisa menjerat tersangka. Yaitu Pasal 187 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) terkait unsur kesengajaan dan Pasal 188 KUHP terkait unsur kelalaian.

"Kita ngomongnya dua pasal, dari awalnya kita menyampaikan Pak Kabareskrim menyampaikan dua pasal, kita tunggu besok. Saya tidak ingin mendahului penyidik," ujar Awi saat konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (22/10).

Pada pasal 187 KUHP, dinyatakan bahwa siapa pun yang dengan sengaja menimbulkan kebakaran, ledakan atau banjir, maka ia akan diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika perbuatan tersebut menimbulkan bahaya umum bagi barang, dan pidana penjara paling lama lima belas tahun, jika perbuatan tersebut membahayakan nyawa orang lain.

Sedangkan pada pasal 188 KUHP menyatakan bahwa siapa pun yang menyebabkan kebakaran, ledakan atau banjir karena kesalahan, ia akan diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun. Kemudian pidana denda diberlakukan paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, jika perbuatan itu menimbulkan bahaya umum bagi barang, bagi nyawa orang lain, dan mengakibatkan kematian.

Menurut Awi, rencananya Polri akan melakukan gelar perkara kebakaran Gedung Kejagung pada Jumat (23/10). Namun, kata Awi,  Gelar perkara dilakukan secara internal tanpa mengundang pihak lain. "Nanti dilakukan gelar tersendiri, internal, yang direncanakan hari Jumat pagi," ucap Awi.

Sebelumnya, Bareskrim Polri pernah menyampaikan bahwa kebakaran yang terjadi di Gedung Kejagung pada tanggal 22 Agustus 2020 lalu bukanlah akibat dari hubungan arus pendek (korsleting listrik). Kemudian penyebab kebakaran hebat tersebut diduga berasal dari nyala api terbuka (open flame). Fakta tersebut didapat setelah tim Tim Puslabfor melakukan penyelidikan pada tanggal 24 Agustus 2020 lalu.

"Dari hasil olah TKP (tempat kejadian perkara), Puslabfor menyimpulkan bahwa sumber api tersebut bukan karena hubungan arus pendek, namun diduga karena nyala api terbuka," Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jendral Listyo Sigit Prabowo beberapa waktu lalu.

Diketahui api berasal dari lantai 6 ruang rapat Biro Kepegawaian Kejaksaan Agung. Kemudian api dengan cepat menjalar ke ruang lain. Menjalarnya api dengan cepat juga diduga terdapat akseleran berupa ACP pada lapisan luar gedung dan cairan minyak yang mengandung senyawa hidrokarbon. Ditambah kondisi gedung, yang hanya disekat oleh bahan yang mudah terbakar seperti lantai parkit, gypsum, panel HPL serta bahan mudah terbakar lainnya

Sementara itu hasil ekspose (gelar perkara) Mabes Polri dan Kejagung memastikan bahwa dalam kasus kebarakaran tersebut tidak ada unsur kesengajaan. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan temuan alat bukti di lapangan. Penyelidik tidak menemukan adanya bukt-bukti terkait sabotase, pun rencana jahat untuk membakar gedung utama Kejakgung.

"Nggak ada, jadi itu karena kealpaan, (Pasal) 188 (KUHP). Saya bicara alat bukti, karena kealpaan, nanti kealpaannya bagaimana kita lihat perkembangannya di persidangan," JAM Pidum Fadil Zumhana usai gelar perkara bersama Bareskrim Polri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement