REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Intan Jaya rampung mengumpulkan data dan informasi di lapangan terkait peristiwa penembakan di Papua. Ketua TGPF ini Benny Mamoto mengatakan, tim telah meminta keterangan 42 orang saksi selama melacak fakta terkait peristiwa yang terjadi.
"Setelah kami tim semua berkumpul dan masing-masing melaporkan, tentang siapa saja yang diwawancara sudah ada 40 saksi, ditambah yang peroragan 2," kata Benny J Mamoto saat memberikan keterangan secara virtual di Jakarta, Sabtu (17/10).
Secara rinci, total ada 40 orang dimintai keterangan oleh tim di intan jaya dan dua orang oleh tim di Jayapura. Dia mengatakan, selain 2 perorangan, tim di Jayapura juga melakukan dialog dengan tokoh-tokoh gereja sekitar 25 orang jajaran pemprov hingga polda setempat.
Dia melanjutkan, tim juga meminta keterangan dari 16 anggita kodam cendrawasih. Pencarian fakta, sambung dia, kemudian dilanjutkan ke Jakarta dengan meminta keterangan dari pegiat-pegiat HAM semisal Imparsial, Amnesti Internasional, Setara Institute dan Komnas HAM.
Dia menjelaskan, mereka yang diwawancara terdiri dari istri korban, keluarga, orang-orang yang menolong dan membawa korban sampai ke pemakaman. Dia mengatakan, tim juga meminta keterangan dari penyidik, dirkrimum dan juga beberapa saksi yang ada di Hitadipa yang saat itu dia tinggal di Sugapa.
"Jadi kalau dari sisi jumlah dengan waktu yang singkat dengan itu kami merasa sudah maksimal dan informasi signifikan nanti pak Menko (Mahfud MD) yang sampiakan," katanya.
TGPF Intan Jaya dibentuk pada 1 Oktober 2020 untuk mengungkap serangkaian kasus penembakan dan pembunuhan anggota militer dan warga sipil di Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua, sepanjang September. Sebanyak empat orang meninggal, yaitu dua anggota TNI, Serka Sahlan dan Pratu Dwi Akbar Utomo, Pendeta Yeremia Zanambani, dan tukang ojek bernama Badawi.