Jumat 16 Oct 2020 18:00 WIB

Kemenaker Akui Implementasi UU PMI Masih Bermasalah

'Pesan Presiden sangat jelas dan tegas, jangan pernah ada lagi PMI kita dianiaya'.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Agus Yulianto
Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah
Foto: ANTARA/Puspa Perwitasari
Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Ketenagakerjaan bersama BP2MI mengadakan Rapat Koordinasi di Jakarta. Rakor tersebut membahas implementasi UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI), yang sampai saat ini masih terkendala di lapangan.

Pembukaan Rakor dihadiri Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah; Kepala BP2MI, Benny Rhamdani; Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker, Suhartono; Dirjen Binalattas, Budi Hartawan; dan Pejabat Tinggi Madya dan Pratama di lingkungan Kemnaker.

Menaker Ida mengemukakan, sejumlah persoalan menyangkut implementasi UU PPMI perlu penanganan segera. Di antaranya, pelaksanaan tentang pasal 39 huruf o. 

Menurut Ida, pasal tersebut mengamanatkan pemerintah pusat mempunyai tugas dan tanggung jawab menyediakan dan memfasilitasi pelatihan calon PMI. Tanggung jawab tersebut melalui pelatihan vokasi yang anggarannya berasal dari fungsi pendidikan. 

Namun dalam praktiknya, belum ada kejelasan, baik dari tingkat pusat sampai ke provinsi, kabupaten/kota. “Hal ini harus menjadi prioritas pemikiran kita bersama, agar dapat memberi kejelasan kepada pemerintah daerah dan juga memberi kepastian berusaha kepada stakeholder kita, khususnya kepada P3MI,” kata Menaker Ida, dalam keterangan pers, Jumat (16/10).

Persoalan lain yang dikemukakan Menaker Ida, tentang interkoneksi sistem. Dia mengatakan, sampai saat ini, interkoneksi sistem masih menjadi persoalan karena terlalu banyaknya sistem yang ada dalam birokrasi. 

Ida menginginkan, semua sistem yang terlibat dalam proses penempatan PMI berpusat pada SISNAKER yang sudah dibuat di Kemnaker. Menurutnya, SISNAKER yang telah dibuat dan masih terus dikembangkan ini pada hakikatnya merupakan suatu ekosistem dalam rangkaian layanan ketenagakerjaan, dari mulai layanan antar kerja, informasi pasar kerja, penyuluhan bimbingan jabatan, perantaraan kerja, pelatihan, sertifikasi, hingga wajib lapor ketenagakerjaan.

“Hal ini penting agar kita mempunyai big data yang real time. Karena data yang valid berdampak pada keputusan yang benar,” ucapnya.

Selain kedua persoalan di atas, dia juga menyinggung sulitnya klaim di BPJS Ketenagakerjaan, pembebasan biaya penempatan PMI, dan pemberdayaan PMI dan keluarga.

Sementara Kepala BP2MI, Benny Rhamdani, menyatakan, terdapat tiga Rancangan Peraturan Pemerintah sebagai amanat UU No. 18/2017 yang masih belum diselesaikan. Padahal, kata Benny, tiga RPP itu sangat dibutuhkan pada waktu sekarang ini.

Ketiga RPP tersebut tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia; Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran; serta tentang tugas dan wewenang atase ketenagakerjaan.

"Pesan Presiden sangat jelas dan tegas, jangan pernah ada lagi PMI kita yang dianiaya di luar negeri. Jangan sampai PMI kita dibebani dengan berbagai biaya dan hutang yang pada akhirnya memupus mimpi-mimpi mereka untuk sejahtera, membajak harapan mereka untuk menjadikan keluarga mereka lebih sejahtera’,” papar Benny.

Oleh karena, lanjut Benny, pasal 4 di Perkabadan secara tegas menyebutkan, PMI dan keluarganya tidak dapat dibebani pinjaman yang dipaksakan secara sepihak oleh pihak manapun sebagai biaya penempatan yang menimbulkan kerugian sepihak dan/atau berakibat pada pemotongan penghasilan selama bekerja di negara tujuan penempatan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement