Jumat 16 Oct 2020 17:39 WIB

MAKI: Jenderal Napoleon Mohon Tidak Gertak Sambal

MAKI mendukung Irjen Napoleon membongkar suap Djoko Tjandra.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Bayu Hermawan
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman
Foto: Republika/Arif Satrio Nugroho
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) merespon positif ancaman tersangka penghapusan red notice Irjen Napoleon Bonaparte (NB), terkait kasus Djoko Tjandra. MAKI berharap pernyataan yang dilontarkan Napoleon itu tidak menjadi sebuah ancaman belaka.

"Dukung NB untuk bongkar-bongkar dan mohon tidak gertak sambal," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman di Jakarta, Jumat (16/10).

Baca Juga

Boyamin mengungkapkan bahwa MAKI dan publik tentu sangat menunggu Irjen Napoleon untuk membongkar siapa saja yang terlibat dalam kasus terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali. Dia bahkan menantang Napoleon untuk memberikan kesaksiannya itu saat ini juga.

"Saya sangat menunggunya dan jangan nanti, sekarang saja," kata Boyamin lagi.

Sebelumnya, Irjen Napoleon Bonaparte mengancam akan membongkar semua orang-orang yang terlibat menerima uang pemberian suap dari terpidana Djoko Tjandra. Hal itu dia ungkapkan saat diserahkan penahanan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel).

Mantan Kadiv Hubinter Mabes Polri itu menegaskan bahwa dirinya tak main-main untuk mengungkapkan siapa saja yang terlibat. "Akan waktunya. Ada tanggal mainnya," kata Napoleon di Kejari Jaksel.

Seperti diketahui, perkara suap penghapusan red notice, salah satu kluster pengungkapan dalam skandal hukum terpidana Djoko Tjandra. Terpidana kasus cessie Bank Bali 1999 itu, sempat dinyatakan kabur dan buronan Kejagung, dan Interpol sejak 2009.

Tetapi, Djoko Tjandra berhasil masuk ke Indonesia sepanjang Juni 2020 lalu tanpa tertangkap, dan tak terdeteksi dalam sistem imigrasi. Dari pengungkapan, diduga terjadi penghapusan nama Djoko Tjandra, dalam daftar pencarian orang (DPO) di interpol dan imigrasi.

Dalam penghapusan red notice itu, sepakat dengan Tommy Sumardi untuk melobi Prasetijo agar meminta Napoleon, menghapus status DPO Djoko Tjandra di red notice dan imigrasi. Penghapusan tersebut, yang diduga membuat Djoko Tjandra dapat masuk ke Indonesia, tanpa diketahui.

Sebagai kompensasi atas penghapusan red notice tersebut, Djoko Tjandra memberikan uang Rp 10 miliar kepada Tommy Sumardi. Sebanyak Rp 7 miliar diberikan kepada Napoleon lewat perantara Tommy Sumardi, dalam pecahan mata uang dolar Singapura, dan AS.

Sedangkan untuk Prasetijo, Tommy, memberikan kompensasi atas perannya, senilai 20 ribu dolar (Rp 296 juta). Akan tetapi, pemberian untuk tersangka Prasetijo tersebut bukan hanya uang. Dalam perkara surat jalan palsu, kompensasi untuk Prasetijo, juga diduga berupa pemberian sejumlah saham dari unit usaha Djoko Tjandra yang ada di Indonesia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement