Jumat 16 Oct 2020 00:45 WIB

Bupati Banyumas Meminta Mahasiswa Berpikir Pakai Logika

Bupati sebut Pemerintah Kabupaten Banyumas anaknya pemerintah pusat.

Mahasiswa dari berbagai kampus dan perwakilan buruh di Kota Purwokerto, menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor setda/DPRD Banyumas, Rabu (7/10). Mereka menuntut UU Cipta Kerja dicabut.
Foto: Republika/Eko Widiyatno
Mahasiswa dari berbagai kampus dan perwakilan buruh di Kota Purwokerto, menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor setda/DPRD Banyumas, Rabu (7/10). Mereka menuntut UU Cipta Kerja dicabut.

REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO  -- Bupati Banyumas Achmad Husein meminta mahasiswa dan elemen masyarakat untuk menggunakan logika dalam menyikapi Undang-Undang Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR RI.  Bupati mengatakan hal itu saat menemui massa mahasiswa dan elemen masyarakat yang menggelar unjuk rasa di depan gerbang Pendopo Sipanji, Purwokerto, untuk menolak UU Cipta Kerja.

"Anak-anakku harus berpikir dengan logika, apalagi ini mahasiswa-mahasiswi. Yang pertama, pemerintah daerah sangat tergantung pada pemerintah pusat, faktanya APBD Kabupaten Banyumas 87 persennya itu berasal dari pemerintah pusat," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis siang.

Baca Juga

Dalam kesempatan tersebut, dia menolak menandatangani pernyataan sikap dan tuntutan mahasiswa yang berisi penolakan terhadap UU Cipta Kerja. Alasannya Kabupaten Banyumas sangat bergantung kepada pemerintah pusat. "Tanpa pemerintah pusat, Kabupaten Banyumas bangkrut, karena 87 persen APBD-nya berasal dari pemerintah pusat, setuju (atau) enggak," tegasnya.

Ketika mendengar massa meneriakkan 'tidak setuju', Bupati mengatakan bahwa hal itu berarti tidak menggunakan logika.

Selanjutnya, dia mengatakan bahwa Pemerintah Kabupaten Banyumas adalah wakil dari pemerintah pusat. "Oleh sebab itu, Pemerintah Kabupaten Banyumas anaknya pemerintah pusat. Apa yang dilakukan oleh pemerintah pusat, sebagai anak, anaknya tidak boleh durhaka kepada ayahnya. Itu adalah logis, itu adalah logis," katanya.

Terkait dengan hal itu, dia mengatakan pihaknya menghormati aspirasi yang disampaikan massa dan akan sampaikan tuntutan mereka kepada DPR RI maupun Presiden.

Kendati demikian, dia mengibaratkan UU Cipta Kerja sebagai sebuah bangunan rumah. Sehingga ketika ada satu kerusakan kecil, tidak harus dibongkar seluruhnya. "Di dalam rumah yang kita bangun, kalau kuncinya rusak, apakah rumah itu kita bongkar. Kalau ada gentingnya yang bocor, apakah rumah itu harus dibongkar. Tolong gunakan logika itu," tegasnya.

Oleh karena itu, dia memohon maaf kepada massa karena tidak bisa memenuhi permintaan mereka untuk menandatangani pernyataan sikap dan tuntutan tersebut.

Setelah menegaskan jika tidak akan menandatangani pernyataan sikap tersebut, Bupati meninggalkan massa dengan didampingi sejumlah pejabat dan dikawal personel Kepolisian Resor Kota (Polresta) Banyumas.

Sebelumnya, Kepala Polresta Banyumas Komisaris Besar Polisi Whisnu Caraka mengatakan pihaknya menyiagakan sekitar 1.000 personel untuk mengamankan aksi unjuk rasa tersebut. "Untuk pengamanan, kami melibatkan semua unsur, dari Polri ada, dari TNI ada, dari pemerintah daerah juga ada," jelasnya.

Menurut dia, hal itu dilakukan untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan yang dapat terjadi seiring dengan pelaksanaan unjuk rasa tersebut.

Dari pantauan, personel Polri yang terlibat dalam pengamanan unjuk rasa tersebut tidak hanya berasal dari Polresta Banyumas, juga melibatkan Brimob Polda Jawa Tengah dan personel bantuan dari Polres Cilacap.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement