Rabu 14 Oct 2020 22:27 WIB

Pasal Dugaan Suap Andi ke Hakim Berpeluang tak Diterapkan

"Kalau tidak ada buktinya, untuk apa (diterapkan)," kata Ali Mukartono.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Andri Saubani
Tersangka kasus suap Jaksa Pinangki Sirna Malasari, Andi Irfan Jaya (kanan) bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (18/9/2020). Andi Irfan Jaya diperiksa KPK sebagai tersangka terkait kasus suap Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Andi diduga berkerja sama dengan Pinangki terkait pengurusan pengajuan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra dari eksekusi Kejaksaan Agung atas kasus korupsi hak tagih Bank Bali.
Foto: Antara/Reno Esnir
Tersangka kasus suap Jaksa Pinangki Sirna Malasari, Andi Irfan Jaya (kanan) bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (18/9/2020). Andi Irfan Jaya diperiksa KPK sebagai tersangka terkait kasus suap Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Andi diduga berkerja sama dengan Pinangki terkait pengurusan pengajuan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra dari eksekusi Kejaksaan Agung atas kasus korupsi hak tagih Bank Bali.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sangkaan Pasal 6 ayat (1) a UU Tipikor terhadap tersangka korupsi Andi Irfan Jaya (AIJ) terancam terhapus dari rencana dakwaan. Tuduhan pemberian dan janji kepada hakim yang diduga dilakukan politikus Nasdem tersebut, dikatakan belum dapat diakomodir dalam rencana dakwaan.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Ali Mukartono mengatakan penyidik belum menemukan bukti-bukti terkait dugaan suap, dan gratifikasi ke Mahkamah Agung (MA).

Baca Juga

“Bukan dihapus. Jadi penyidikan itu kan dugaan. Kalau hasil penyidikan itu sudah pendapat penyidik. Bisa sama, bisa tidak,” ujar Ali saat dicegat di Gedung Pidana Khusus (Pidsus), Kejaksaan Agung (Kejakgung), Jakarta, Rabu (14/10).

Ali menerangkan, otoritas yang memutuskan untuk tetap menerapkan, atau menghapus sangkaan suap, dan gratifikasi terhadap hakim tersebut dalam dakwaan, ada di tangan tim penyidik sebelum disorongkan ke penuntutan.

“Otoritasnya itu. Tetapi bukan dihapus. Kalau tidak ada buktinya, untuk apa (diterapkan). Kalau buktinya ada, ya silakan. Kalau enggak ada untuk apa juga. Mubazir nanti,” ujar Ali.

Pun kata Ali, tuduhan terhadap Andi Irfan tersebut, terkait dengan upaya penerbitan fatwa bebas MA untuk terpidana korupsi Djoko Tjandra yang sempat menjadi buronan kejaksaan dan interpol sejak 2009. Menurut Ali, objek penyidikan tersebut, tak selaras dengan sangkaan Pasal 6 ayat (1) a.

Sebab kata dia, sangkaan tersebut menyangkut tentang pemberian, dan janji terkait penanganan perkara. Sementara fatwa, menurut Ali, beda defenisi dengan penanganan perkara.

“Fatwa itu bukan perkara. (Secara) materinya, enggak dong,” terang Ali.

Andi Irfan, salah satu tersangka suap, dan gratifikasi, serta permufakatan jahat terkait Djoko Tjandra. Andi Irfan yang dituduh menjadi perantara penerimaan suap yang diterima jaksa Pinangki Sirna Malasari senilai 500 ribu dolar AS (7,5 miliar).

Uang tersebut, sebagai panjar terkait pengurusan fatwa bebas MA untuk Djoko Tjandra. Andi Irfan, bersama Pinangki, pun yang menyusun rencana upaya penerbitan fatwa tersebut, dengan mengajukan proposal action plan yang nilainya senilai 10 juta dolar (Rp 150 miliar).

Pinangki, kini sudah diajukan ke persidangan. Sementara Andi Irfan, masih dalam penahanan untuk pemberkasan dakwaan. Sedangkan Djoko Tjandra, selaku pemberi suap, juga tinggal menunggu untuk pelimpahan ke persidangan.

Ketiga tersangka itu, saat ditetapkan sebagai tersangka, semuanya dikenakan sangkaan terkait suap, dan gratifikasi, serta permufakatan jahat untuk melakukan korupsi dalam Pasal 5, dan Pasal 15 UU Tipikor.

Namun, terhadap Andi Irfan, dalam rilis resmi Kejaksaan Agung (Kejakgung), satu-satunya tersangka yang dijerat menggunakan Pasal 6 ayat (1) a. Dalam dakwaan Pinangki, yang dibacakan di PN Tipikor (23/9) disebutkan terang Andi Irfan, menjadi penanggung jawab terkait berjalannya beberapa tahapan action plan dalam upaya membebaskan Djoko Tjandra lewat ‘pelobian’ salah satu hakim MA.

Andi Irfan, pun menjadi penanggung jawab terkait pembuatan opini positif terkait pembebasan Djoko Tjandra. Direktur Penyidikan JAM Pidsus Febrie Adriansyah pernah menerangkan, terkait Pasal 6 yang menjerat Andi Irfan tersebut.

Menurut Febrie, mulanya memang penyidik menduga peran penting Andi Irfan terkait upaya pelobian di MA untuk menjalan action plan di MA bersama Pinangki, dan pengacara Djoko Tjandra, Anita Dewi Kolopaking. Akan tetapi, hasil penyidikan, pun tak menemukan terjadinya perbuatan tersebut.

Pun, kata Febrie, seluruh rangkaian action plan tersebut, dibatalkan oleh Djoko Tjandra. Kecuali, terang Febrie, terkait pemberian uang persekot 500 ribu dolar, dari janji Djoko Tjandra senilai 1 juta dolar untuk pembuatan action plan tersebut sebagai biaya konsultan. Namun kata Febrie, terhadap Andi Irfan tetap kuat dengan penjeratan sangkaan Pasal 5 ayat (2) a dan b, serta Pasal 15 UU Tipikor.

Meskipun, kata Febrie, sepanjang pemeriksaan terhadapnya, Andi Irfan, tak mau mengaku menerima uang dari Djoko Tjandra, untuk permufakatan jahat tersebut. “Tapi, kalau pun dia nggak mau mengaku, sangkaan permufakatan jahat itu, penyidik punya bukti-bukti,” terang Febrie.

Kordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan, agar penyidikan terhadap Andi Irfan tetap menerapkan sangkaan suap, dan gratifikasi terhadap hakim. “Pasal itu membuka dugaan pengungkapan keterlibatan pihak-pihak lainnya dalam kasus Djoko Tjandra ini. Terutama, pihak-pihak yang diduga ada di MA,” kata Boyamin, Rabu (14/10).

Boyamin meyakini, ada bentuk komunikasi yang sudah terjalin antara Andi Irfan, dengan sejumlah nama di MA, untuk menjalankan action plan.

photo
Action Plan Bebaskan Djoko Tjandra Lewat Fatwa MA - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement