Rabu 14 Oct 2020 21:00 WIB

Komnas HAM: Hak Hidup Tenaga Medis Terancam 

Komitmen dan perspektif hak asasi manusia harus menjadi acuan penanggulangan covid.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
 Sandrayati Moniaga
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Sandrayati Moniaga

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas HAM RI mengatakan, hak hidup tenaga medis terancam di tengah pandemi Covid-19. Berdasarkan data Ikatan Dokter Indonesia (IDI) hingga kini sebanyak 134 dokter meninggal dunia karena Covid-19.

"Proteksi yang maksimal bagi tenaga medis dibutuhkan sebagai aset utama dan garda terdepan," kata Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM RI, Sandrayati Moniaga dalam keterangannya, Rabu (14/10). 

Bila dihitung sejak awal pandemi Covid-19 terjadi di Indonesia yakni Maret 2020, maka hampir 4 dokter meninggal dunia setiap pekan. Sandra mengatakan, peningkatan jumlah kasus positif di berbagai daerah menjadi sangat berbahaya, mengingat fasilitas tenaga medis kesehatan di daerah jauh lebih rendah dibanding Jakarta baik tes, fasilitas kesehatan, dokter, dan lainnya.

"Berdasarkan data IDI hanya ada sekitar 6.000 dokter penanggung jawab pasien (DPJP) di lndonesia. Masih ada ketimpangan jumlah tenaga medis dalam penanganan Covid19 di Indonesia," ujar Sandra.

Bahkan, mayoritas, tenaga medis atau sekitar 98,9 persen ada di Pulau Jawa. Tak hanya itu, belum meratanya distribusi fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan menghambat aksesibilitas bagi setiap masyarakat khususnya di daerah tertinggal. 

Dikatakan Sandra, dalam kurun waktu Maret-Juni pemerintah juga sangat lambat dalam mendistribusikan APD bagi tenaga medis, hal ini pula yang kerap kali dikeluhkan IDI. Menurut Komnas HAM, perlu perbaikan sistem pendistribusian alat pelindung diri (APD) kepada tenaga medis terutama di daerah-daerah karena prosesnya sangat lama dan terlalu banyak jenjang, sehingga menjadi proporsional dan merata. 

"Atas hal ini, IDI masih mengkhawatirkan jumlah dokter yang menangani Covid-19 tidak cukup dan meminta agar tak ada petugas medis yang dipekerjakan lebih dari delapan jam atau double shift karena akan rentan terkena Covid-19," ujar Sandra. 

Sementara Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Choirul Anam mengatakan, Komnas HAM melihat besarnya solidaritas masyarakat dalam menanggulangi Covid-19, mulai dari crowd funding; konser virtual; pembagian makanan, kebutuhan pokok, masker dan hand sanitizer; dukungan terhadap tenaga medis berupa APD dan makanan bergizi ke fasilitas-fasilitas kesehatan. "Solidaritas tersebut perlu dikoordinasikan dan dikelola oleh pemerintah untuk memastikan efektivitas dan pemerataan akses yang proposional. 

Komnas HAM menegaskan, bahwa upaya perlindungan kesehatan menjadi hak semua orang. Untuk itu, pemerintah harus memastikan tidak ada diskriminasi dan memberikan akses yang sama pada setiap orang atas layanan kesehatan. 

"Upaya itu sejalan dengan upaya dan langkah untuk meminimalkan dampak sosial dan ekonomi agar tidak terjadi krisis yang semakin mendalam dan berdampak jangka panjang," kata Anam. 

Anam menambahkan, komitmen dan perspektif hak asasi manusia harus menjadi acuan dalam penanggulangan Covid-19. Agar setiap kebijakan dan langkah dilakukan dengan menghormati martabat manusia, melindungi HAM dan proposional. 

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement