Selasa 13 Oct 2020 16:41 WIB

Draf Berubah-ubah, Pengamat: Itu Permainan Tingkat Tinggi 

Isi UU-nya bisa saja diutak-atik dan diubah-ubah kembali, sesuai selera.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Agus Yulianto
Sejumlah buruh berunjuk rasa tolak UU Ciptaker. (Ilustrasi)
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Sejumlah buruh berunjuk rasa tolak UU Ciptaker. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jumlah halaman draf RUU Cipta Kerja (Ciptaker) terus mengalami perubahan meski sudah disahkan pada 5 Oktober 2020 lalu, awalnya 905 halaman, menjadi 1035 halaman, dan muncul pula versi 812 halaman. Pengamat Politik Ujang Komarudin khawatir, draf RUU tersebut diutak-atik.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini mengatakan, terus berubahnya draf RUU Ciptaker pasca diparipurnakan ini semakin menunjukkan bahwa RUU ini tidak didukung oleh masyarakat luas.

"Isi UU-nya bisa saja diutak-atik dan diubah-ubah kembali sesuai selera. Itu bukan rahasia umum lagi. Bisa saja perubahan halaman itu diubah, diutak-atik, atau dihaluskan bahasa dan isinya," ujar Pengajar Universitas Al-Azhar Indonesia itu pada Republika.co.id, Selasa (13/9).

Pengubahan, kata Ujang, bisa saja dilakukan agar yang tadinya pasal-pasalnya merugikan kaum pekerja (buruh) dan rakyat Indonesia diperhalus seolah-olah sesuai dengan yang dituntut oleh rakyat. "Itu permainan tingkat tinggi. Aneh memang. Tapi nyata. Dan terjadi," kata Ujang.

Jika DPR dan Pemerintah membuat UU Ciptaker sesuai dengan keinginan rakyat, lanjut dia, maka permainan perubahan halaman dan "perubahan" isi pasal tak akan terjadi.

Sebab, lanjutnya, bagaimana mungkin saat Rapat Paripurna DPR yang mengesahkan UU Cipta Kerja, para anggota DPR-nya tidak memegang draft asli dan finalnya. Sehingga saat ini, draft yang ada di masyarakat ada beberapa versi.

"Dan anehnya, di Bappenas saja, mereka punya dua versi. (Karena saya dapat laporan dari teman di Bappenas)," kata Ujang.

Berubah-ubahnya draf RUU Cipta Kerja ini pun berimbas pada semakin anjloknya kepercayaan masyarakat pada DPR dan Pemerintah RI. Dia berharap, Pemerintah dan DPR bisa jujur soal draf tersebut.

"Jika draft sendiri tak jelas dan kucing-kucingan dengan rakyat, maka rakyat tak akan percaya lagi pada pemerintahnya sendiri," kata dia.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai, beragam versi naskah Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang beredar di publik bukanlah sesuatu hal kebetulan. Ia menduga hal tersebut sengaja didesain untuk mengacaukan informasi di ruang publik.

"Adanya naskah yang beragam versi tersebut hanya akan membuat publik mempersoalkan hal-hal teknis soal ketersediaan naskah RUU tanpa punya bahan yang valid untuk mengkritisi substansi RUU tersebut," kata Lucius dalam keterangan tertulisnya kepada Republika, Selasa (13/10).

Menurutnya, situasi tersebut membuat DPR dan pemerintah leluasa memastikan substansi RUU Ciptaker yang sesuai keinginan DPR  dan pemerintah berjalan mulus sampai UU tersebut diundangkan. "Ketidaktersediaan naskah valid yang resmi di ruang publik nampaknya akan memudahkan DPR dan Pemerintah untuk mengontrol substansi yang mereka inginkan tetap tercantum dalam naskah final yang akan langsung diundangkan nanti," ujarnya.

Lucius juga mengkhawatirkan, sulitnya publik mengakses naskah final UU Cipta Kerja membuat pemerintah dengan mudahnya menuduh penolak UU Cipta Kerja sebagai penyebar hoaks, atau informasi sesat. Selain itu, DPR dan pemerintah dikhawatirkan juga bisa menuduh publik yang mengkritik belum membaca naskah RUU final.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI Indra Iskandar mengklaim bahwa naskah Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang beredar di publik sebanyak 812 halaman adalah naskah final UU Cipta Kerja. 

Kemarin, Indra menyebut draft terkini UU Cipta Kerja berjumlah 1.035 halaman. Ia mengklaim bahwa perubahan tersebut sama sekali tidak mengubah substansi Undang-Undang, meski ada penyempurnaan redaksi. "Ada juga penyempurnaan redaksi tapi tidak mengubah subtansinya," ungkapnya.

Dirinya juga memastikan naskah setebal 812 halaman itulah yang akan disampaikan DPR ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun, dia belum mengungkapkan kapan naskah final tersebut akan diserahkan ke Presiden. "Sedang diatur waktunya," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement