Selasa 13 Oct 2020 00:46 WIB

Pakar Sebut Ada Bandar Politik Terkait Demo Omnibus Law

Mereka ini bekerja keras untuk mendegradasi citra partai pendukung pemerintah. 

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Agus Yulianto
Boni Hargens
Boni Hargens

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Politik Boni Hargens menyebut, adanya bandar politik dalam aksi massa menolak Undang-Undang (UU) Omnibus Law. Dia mengaku, menemukan indikasi keterpautan beragam kepentingan dan kelompok pemain di balik aksi ini.

"Secara garis besar ada dua kelompok yang terlibat dalam aksi (8/10) dan yang juga akan bergabung dalam aksi lanjutan 13 Oktober 2020 dan aksi-aksi yang akan datang," kata Boni di dalam keterangan, Senin (12/10).

Dia mengatakan, pertama adalah kelompok buruh dan para aktivis yang ideologis benar-benar ingin memperjuangan kepentingan buruh dengan mempersoalkan pasal-pasal yang multitafsir. Menurutnya, kelompok ini tentu penting untuk diterima sebagai kritik dan saran serta evaluasi dalam konteks judicial review.

Sedangkan, kelompok kedua yaitu massa yang dimobilisasi oleh oknum dari partai politik oposisi dan kelompok antipemerintah yang memainkan peran sebagai oposisi jalanan. Dia mengatakan, massa ini datang dari berbagai latar belakang mulai dari partai, ormas hingga kelompok pengacau yang biasa dikenal sebagai kaum "anarko".

Dia menilai, massa tipe kedua inilah yang kemarin dalam aksi (8/10) terlibat dalam aksi anarkisme, pengrusakan fasilitas umum, termasuk penyerangan terhadap aparat keamanan dari kepolisian. "Massa tipe kedua ini yang dibayar oleh bandar politik yang bertebaran dari daerah sampai Jakarta," katanya.

Kendati, dia mengaku, tidak mempunyai otoritas untuk membeberkan identitas dari para penyumbang dana dalam aksi tersebut. Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) ini mengatakan, pengungkapan hal itu merupakan yurisdiksi kepolisian.

Dia menuding, ada kelompok partai yang ingin menaikkan popularitas guna memastikan kemenangan di pilkada 2020 dan persiapan pemilu 2024. Dia mengatakan, apalagi kalau electoral threshold nanti dinaikkan ke 7 persen, maka ada partai yang terancam punah.

"Mereka ini bekerja keras untuk mendegradasi citra partai pendukung pemerintah untuk menyelamatkan partai mereka di pilkada 2020 dan pemilu 2024," katanya.

Seperti diketahui, DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ciptaker menjadi undang-undang. Persetujuan diambil dalam Rapat Paripurna Masa Sidang IV tahun sidang 2020-2021 yang digelar di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/10) sore.

Kebijakan tersebut lantas mendorong aksi massa menolak pengesahan Omnibus Law terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Tidak sedikit demonstrasi yang terjadi berakhir ricuh antara massa dan dan petugas hingga terjadi perusakan fasilitas publik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement