REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) DKI Jakarta masih melarang penyelenggaraan resepsi pernikahan meskipun saat ini sudah memasuki masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi. PSBB transisi berlaku pada 12 hingga 25 Oktober 2020.
"Kalau akad nikah silakan saja. Yang tidak boleh itu resepsi pernikahan, kenapa? Karena resepsi itu menimbulkan kerumunan yang sangat banyak," kata Kepala Bidang Industri Pariwisata Dinas Parekraf DKI Jakarta Bambang Ismadidi gedung DPRD, Senin (12/10).
Sadar akan ada kemungkinan pertanyaan mengapa bioskop diperbolehkan dibandingkan kegiatan resepsi pernikahan, Bambang menyebut bioskop lebih mudah diatur karena mobilitas pengunjung yang minim.
"Kenapa kalau bioskop boleh? Karena mereka mudah diatur dengan duduk enggak ke mana-mana, tapi kalau orang nikah kan jalan-jalan ke mana-mana, itu yang dikhawatirkan, makanya yang boleh baru akad nikah," kata Bambang.
Seperti diketahui, Pemprov DKI kembali memberlakukan PSBB Transisi yang akan berlaku pada 12 Oktober 2020 hingga 25 Oktober 2020. Ada beberapa pelonggaran yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta bagi kalangan usaha, dari pembukaan kembali bioskop hingga pengunjung restoran diperbolehkan makan di tempat atau dine in.
Untuk bioskop, hanya diizinkan buka dengan kapasitas maksimal 25 persen. Namun, ada sejumlah prosedur yang harus dilalui agar pengelola bisa membuka kembali bioskopnya. Manajemen bioskop harus mengajukan proposal permohonan persetujuan untuk membuka usahanya yang ditujukan kepada Dinas Parekraf DKI Jakarta.
"Itu kan kemarin ada rilis dari Pak Gubernur bioskop boleh buka, tapi harus mengajukan persetujuan teknis itu ada prosedurnya," ucap Bambang menambahkan.
Ahli Epidemiologi dan Kesehatan Masyarakat UI, dr Pandu Riono, mengatakan pembatasan dan pelonggaran berkala DKI Jakarta merupakan langkah tepat. Menurutnya, langkah itu juga ditujukan agar RS tidak kewalahan menangani kasus Covid-19.
"Karena kita tidak mau ada orang yang butuh pelayanan kesehatan, tapi akhirnya tidak bisa dirawat," ujar Pandu kepada Republika.co.id, Senin (12/10).
PSBB transisi jilid II kali ini, kata dr Pandu, juga terdiri pada beberapa fase, satu, dua dan tiga. Jika dalam dua pekan ke depan ada penurunan kasus di DKI, menurutnya bisa saja melonggarkan PSBB transisi ke fase dua.
"Tapi, kalau ada peningkatan, ya masuk lagi ke pengetatan PSBB," tambah dia.