Senin 12 Oct 2020 18:35 WIB

Masalah Baru Bagi Bioskop Meski PSBB di DKI Direlaksasi

PSBB transisi di DKI Jakarta memungkinkan bioskop-bioskop dibuka kembali.

Pengunjung berada di studio bioskop CGV Cinemas di Bandung Electronic Center, Jalan Purnawarman, Kota Bandung, Jumat (9/10). Pemerintah Kota Bandung memberikan relaksasi kepada sembilan bioskop untuk dapat beroperasi di masa adaptasi kebiasaan baru (AKB) yang diperketat, meski status wilayah Kota Bandung masuk kategori zona merah. Kesembilan bioskop tersebut dianggap dapat memenuhi standar protokol kesehatan. Foto: Abdan Syakura/Republika
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Pengunjung berada di studio bioskop CGV Cinemas di Bandung Electronic Center, Jalan Purnawarman, Kota Bandung, Jumat (9/10). Pemerintah Kota Bandung memberikan relaksasi kepada sembilan bioskop untuk dapat beroperasi di masa adaptasi kebiasaan baru (AKB) yang diperketat, meski status wilayah Kota Bandung masuk kategori zona merah. Kesembilan bioskop tersebut dianggap dapat memenuhi standar protokol kesehatan. Foto: Abdan Syakura/Republika

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nugroho Habibi, Flori Sidebang, Umi Nur Fadhilah

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memutuskan untuk kembali memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi dari sebelumnya yang sempat diperketat. Dalam PSBB yang akan berlangsung pada 12 - 25 Oktober 2020 ini, bioskop menjadi salah satu tempat hiburan yang kembali diizinkan beroperasi.

Baca Juga

Ada syarat-syarat tertentu bagi bioskop yang ingin kembali buka pada masa PSBB transisi. Jam operasional bioskop masih harus memperoleh persetujuan dengan mengajukan permohonan ke Pemprov DKI Jakarta.

Adapun protokol kesehatan yang harus diberlakukan yakni, 25 persen dari total kapasitas, jarak antar tempat duduk minimal 1,5 meter. Kemudian, peserta atau pengunjung dilarang berpindah-pindah tempat duduk, atau berlalu-lalang (melantai).

Selanjutnya, alat makan-minum disterilisasi, pelayanan makanan dilarang dalam bentuk prasmanan. Terakhir, petugas memakai masker, face shield, dan sarung tangan.

Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) DKI Jakarta hari ini, mengungkapkan pertimbangan diperbolehkannya bioskop beroperasi. Kepala Bidang Industri Pariwisata Disparekraf DKI Jakarta Bambang Ismadi mengekalim, diperbolehkannya tempat usaha kembali beroperasi lantaran kasus penularan Covid-19 sudah melandai. Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga memperoleh dukungan dari stakeholder baik pusat maupun wilayah.

"Usaha yang akan dibuka merupakan usaha yang dipandang mudah diatur untuk tidak terjadi kerumunan masa yang melanggar protokol kesehatan atau physical distancing," jelasnya.

Saat ini, kata Bambang, pihaknya masih menyusun pengaturan operasional secara teknis. Disparekraf akan segera menerbitkan Surat Keputusan.

"SK Kadisparekraf yang mengatur tentang hal tersebut masih dalam proses pembahasan, diharapkan hari ini sudah bisa diterbitkan," jelasnya.

Bambang menegaskan, pihak manajemen bioskop harus memenuhi beberapa prosedur sebelum beroperasi kembali. Prosedur tersebut untuk mendapatkan persetujuan teknis dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

"Pertama, mengajukan permohonan proposal persetujuan teknis untuk buka usaha. Ditujukan ke Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif," kata Bambang.

Ia menambahkan, untuk satu manajemen hanya perlu mengajukan satu proposal. Bambang mencontohkan, XXI hanya perlu mengajukan satu proposal untuk seluruh bioskop di bawah naungannya di DKI. Begitu pun dengan manajemen bioskop lainnya.

Bambang menjelaskan, setelah proposal itu diterima, Dinas Parekraf DKI Jakarta akan mengirimkan tim gabungan yang telah dibentuk Pemprov DKI Jakarta berdasarkan SK Kepala Disparekraf, Dinas Kesehatan, serta Dinas Komunikasi dan Informatika. Setelah itu, akan diatur jadwal agar manajemen bioskop dapat melakukan presentasi paparan mengenai kesiapan operasinal di hadapan tim gabungan.

"Tim gabungan akan me-review apa yang dipaparkan sudah sesuai belum. Kalau belum sesuai, maka akan dikasih masukan-masukan, ini ditambah kurang. Kalau sudah oke, maka tim akan melakukan survei atau kunjungan ke lokasi yang akan dibuka," jelas dia.

Selain itu, sambung dia, manajemen bioskop juga harus melakukan simulasi mengenai pengoperasian bioskop saat PSBB transisi. Selanjutnya, tim gabungan akan melaksanakan rapat untuk menentukan, apakah bioskop tersebut sudah layak beroperasi atau belum.

"Setelah kita lakukan simulasi, kita lakukan meeting tim gabungan. Kesimpulannya sudah oke, sudah disetujui, maka akan dikeluarkan surat Kepala Dinas Parekraf, bahwa manajemen tersebut sudah boleh membuka usahanya," papar Bambang.

Masalah kuota penonton

Sebelum pemberlakuan PSBB transisi kali ini, sebenarnya sudah tiga kali Pemprov DKI Jakarta berencana mengizinkan bioskop beroperasi lagi, tapi semuanya batal. Kemudian, dokumen terbaru pemerintah yang terbit pada Ahad (11/10) menjadi izin yang keempat bagi bioskop.

Ketua Gabungan Pengelola Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Djonny Syafruddin berharap tak ada lagi perubahan soal izin operasional bioskop. Namun, Djonny menyoroti perubahan aturan kapasitas maksimal bioskop yang kini hanya sebesar 25 persen dari total tempat duduk dan jarak minimal 1,5 meter.

“25 persen itu jadi problem baru,” kata Djonny kepada Republika, Senin (12/10)

Menyoal standar protokol kesehatan, dia memastikan sudah tidak ada masalah sama sekali antara pengusaha, gugus tugas, dan pemerintah daerah. Namun, ketentuan kapasitas 25 persen itu yang menurut dia akan menjadi masalah.

“Bagi duitnya gimana? Apa orang yang punya film mau? Padahal maunya 75 persen. Gimana coba enggak ada filmnya? Itu problem serius,” ujar Djonny.

Karena itu, dia mengatakan GPBSI akan mengadapan rapat bersama pemangku kepentingan untuk mendiskusikan tentang ketentuan izin buka dengan kapasitas 25 persen pada Rabu (14/10) mendatang. Dia mengatakan, masing-masing bioskop memiliki masalah sendiri-sendiri.

Jika pemilik film ternyata tidak bersedia dengan ketentuan kapasitas 25 persen, Djonny mengatakan sangat kecil kemungkinan bioskop beroperasi lagi. Setidaknya, ada 100-an judul film nasional yang belum diputar di bioskop. Sementara, film impor MPAA baru masuk pada akhir November.

Adapun film lama, Djonny mempertanyakan siapa yang akan mau menonton.

“Karena film tak bisa hanya dua sampai tiga film, harus puluhan untuk operasional tiga bulanan. Buka-tutup gitu cost-nya lebih banyak. Kita problem-nya sama. Bioskop sama film tak bisa dipisahkan,” kata Djonny.

Head of Corporate Communications and Brand Management, Cinema XXI, Dewinta Hutagaol mengatakan Cinema XXI masih belum melakukan kembali kegiatan operasional bioskop di wilayah DKI Jakarta pada Senin (12/10).

“Cinema XXI masih belum melakukan kegiatan operasional bioskop,” kata Dewinta dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Senin (12/10).

Saat ini, dia melanjutkan Cinema XXI masih menunggu arahan atau instruksi yang akan dikeluarkan Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi DKI Jakarta. Kemudian, Cinema XXI akan mempelajari regulasi tersebut lebih lanjut.

Jejaring bioskop CGV Indonesia juga belum memutuskan kapan akan membuka pintu teater untuk para pecinta film di Jakarta, seiring diberlakukannya PSBB transisi. Hingga kini, pihak CGV masih melakukan diskusi internal.

"Ini (keputusan PSBB transisi) kan baru diumumkan. Kita masih dalam tahap diskusi internal," kata Public Relations Manager CGV Indonesia, Hariman Chalid saat dihubungi Republika, Ahad (11/10).

photo
Lima alat yang disiapkan untuk membangun bioskop di rumah - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement