REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Intan Jaya telah menyelesaikan pengumpulan data dan informasi di lapangan. Selain sudah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP), tim investigasi lapangan sudah memintai keterangan 25 orang saksi.
“Kami sudah bekerja secara maksimal. Meski dalam kondisi ancaman gangguan keamanan di sana, kami bisa mengejar target dan relatif kami capai," ujar Ketua Tim Investigasi Lapangan TGPF Intan Jaya, Benny Mamoto, di Timika, Papua, sesaat sebelum bertolak kembali ke Jakarta, Senin (12/10).
Benny menjelaskan, tim sudah melakukan olah TKP dan bertemu dengan para saksi, dan lain sebagainya. Secara total hingga saat ini sudah ada 25 orang saksi yang diwawancarai terkait kejadian tewasnya sejumlah warga sipil di Intan Jaya beberapa waktu lalu.
“Kami sudah lakukan olah TKP bertemu saksi di TKP, dsb, meski pulang dari TKP kami diadang tembakan. Kini kami siap kembali ke Jakarta untuk meneruskan sisa waktu tugas yang tinggal beberapa hari,” kata dia.
Dia menerangkan, setelah kejadian penembakan kepada TGPF dan menyebabkan salah satu anggota tim terluka, tim tetap meneruskan kerja di Sugata, Intan Jaya, Papua. Saksi-saksi yang ada dihadirkan di satu tempat untuk kemudian anggota TGPF mewawancarai dan mendata. Dalam prosesnya tim dibantu oleh tokoh agama dan tokoh masyarakat lokal.
“Karena tim ini bukan pro justicia, kami bekerja dengan cara yang lebih luas ketimbang penyelidikan yang diatur di KUHAP yang setiap tahap pada prosedurnya. Untuk memperoleh informasi, kami mendatangi, kami dibantu tokoh agama dan tokoh lokal, jika ada kendala bahasa kami dibantu diterjemahkan,” kata Benny.
Benny menjelaskan, dengan bantuan yang diberikan tokoh setempat itu, keluarga korban mengizinkan untuk dilaksanakannya proses autopsi dan berkenan menandatangani berita acara pemeriksaan (BAP). Hal tersebut membuat proses penyelidikan penegak hukum yang selama ini terhambat karena penolakan keluarga korban menandatangani BAP akhirnya bisa berjalan.
Sementara itu, tim investigasi lapangan TGPF Intan Jaya di Jayapura di bawah Wakil Ketua TGPF Intan Jaya, Sugeng Purnomo, juga telah kembali ke Jakarta. Selama di Jayapura, tim berhasil mengumpulkan sejumlah informasi. Informasi didapatkan dari kalangan tokoh setempat.
Tokoh-tokoh itu, di antaranya mantan Bupati Paniai, Naftali Yogim. Sementara itu dari kalangan gereja ada Pendeta Petrus Bonyandone. Kemudian ada juga dari berapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan pegiat hak asasi manusia (HAM) di Jayapura, jajaran pemerintah provinsi, kejaksaan, TNI, dan kepolisian Papua.
Benny menyebutkan, investigasi di lapangan berjalan lancar karena TGPF Intan Jaya terdiri dari berbagai elemen. Tin itu terdiri dari perwakilan tokoh masyarakat, perwakilan akademisi, perwakilan gereja, serta perwakilan Polri, TNI dan BIN.
Terkait pengadangan dan penembakan kepada tim, Benny menyebutkan, sebagian besar anggota tim tidak dididik militer atau kepolisian. Mereka ia sebut sudah tentu mengalami shock. Tetapi tim tidak larut dalam kejadian itudan tidak gentar dengan cara-cara seperti itu.
"Kami tetap bekerja karena kami ada target, waktu kami pendek 14 hari. Tim kami solid dan punya komitmen tidak kenal menyerah,” jelas dia.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, mengatakan, TGPF Intan Jaya terdiri dari 30 orang dari berbagai unsur. Menurut dia, unsur-unsur itu dilibatkan untuk mencari kebenaran yang objektif selama dua pekan setelah tim dibentuk.
"Tim terdiri dari unsur yang berbeda-beda. Tidak hanya dari birokrat, tapi juga tokoh Gereja, tokoh adat, tokoh kampus, tokoh masyarakat, dan juga BIN yang bisa memberi informasi. Ini semua agar mendapatkan hasil yang objektif," kata dia belum lama ini.