Jumat 09 Oct 2020 18:19 WIB

Tim Advokasi Salam Kecam Aksi Sweeping Aparat

Aksi sweeping oleh aparat tidak bisa dipisahkan dari surat telegram kapolri.

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Agus Yulianto
Sejumlah anggota kepolisian bersiap melakukan sweeping saat terjadi kericuhan. (Ilustrasi)
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah anggota kepolisian bersiap melakukan sweeping saat terjadi kericuhan. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Tim Advokasi Kebebasan Berpendapat Wilayah Lampung dan Solidaritas Lampung Menggugat (Salam) mengecam aksi sweeping oleh aparat pada demonstrasi menolak Undang Undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker) atau Omnibus Law. Penyisiran tersebut dinilai melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) karena demo merupakan bentuk penyampaian pendapat yang dijamin konstitusi.

“Kami mengecam aksi sweeping dalam penanganan massa. Kami mengimbau Komnas HAM segera melakukan investigasi untuk mengetahui siapa saja yang menjadi korban,” kata Koordinator Tim Advokasi Salam Kodri Ubaidillah, dalam keterangan persnya yang diterima, Jumat (9/10).

Berdasarkan data tim advokasi, lebih dari 100 orang diduga terjaring sweeping pada Kamis. Kemudian, sebanyak 11 orang dirawat saat demo pada Rabu (7/10). Sedangkan peserta aksi yang ditahan kepolisian berjumlah 19 orang. Hingga Kamis(8/10) pukul 17.00 WIB, sebanyak sembilan orang yang bebas.

“Kami akan terus mendampingi peserta demo yang ditangkap dan terjaring sweeping. Kami berharap, ada evaluasi dan perbaikan dari aparat dalam penanganan massa aksi,” ujarnya.

Elemen yang tergabung dalam Salam diantaranya LBH, AJI, dan Klasika, Walhi Lampung, Solidaritas Perempuan Sebay Lampung, dan LBH Pers Lampung. Kemudian, Aliansi Pers Mahasiswa Lampung, Dewan Rakyat Lampung (DRL), Zona UIN Lampung, UKMF Mahkamah Universitas Lampung, serta Lapak Baca Politeknik Negeri Lampung.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung Hendry Sihaloho mengatakan, aksi sweeping oleh aparat berpotensi melanggar HAM. Sebab, konstitusi menjamin warga negara untuk menyampaikan pendapat. Mereka yang terjaring sweeping pun tanpa proses hukum secara adil.

Menurutnya, aksi sweeping oleh aparat tidak bisa dipisahkan dari surat telegram kapolri. Dalam telegram itu, kapolri memerintahkan para kapolda di masing-masing daerah untuk meredam dan mencegah aksi demonstrasi ihwal Omnibus Law. Perintah itu bertentangan dengan konstitusi. 

“Mengapa bertentangan? Karena kebebasan berekspresi maupun menyampaikan pendapat dijamin konstitusi republik ini,” kata dia.

Direktur LBH Bandar Lampung Chandra Muliawan menyayangkan tindakan represif aparat dalam penanganan demonstrasi. Aksi penekanan itu banyak menelan korban. Dia mendesak aparat keamanan bertindak sesuai operasional prosedur (SOP) dalam mengawal unjuk rasa. 

“Kami meminta aparat menghentikan represi terhadap peserta aksi. Jangan sampai timbul stigma di masyarakat bahwa demo itu terkesan rusuh,” ujar Chandra.

Direktur Klasika Ahmad Mufid juga mengecam tindakan aparat yang cenderung represif terhadap peserta demo. Polisi sebagai penegak hukum seyogianya mengayomi masyarakat, bukan bertindak represi. “Hentikan aksi sweeping oleh aparat. Hargai hak kebebasan berpendapat dari lapisan masyarakat,” kata dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement