Jumat 09 Oct 2020 00:26 WIB

Ahli: Tracing Covid-19 dari Kasus Unjuk Rasa Sulit Dilakukan

Ahli epidemiologi mengingatkan risiko peningkatan kasus Covid-19 dari unjuk rasa.

Sejumlah pengunjuk rasa melempari gedung DPRD Yogyakarta saat aksi menolak pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law di Yogyakarta, Kamis (8/10/2020). Ahli epidemiologi mengingatkan, unjuk rasa berpotensi menyebarkan Covid-19.
Foto: Hendra Nurdiyansyah/Antara
Sejumlah pengunjuk rasa melempari gedung DPRD Yogyakarta saat aksi menolak pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law di Yogyakarta, Kamis (8/10/2020). Ahli epidemiologi mengingatkan, unjuk rasa berpotensi menyebarkan Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ahli epidemiologi Universitas Gadjah Mada (UGM) dr Riris Andono Ahmad mengingatkan potensi peningkatan kasus Covid-19 di Daerah Istimewa Yogyakarta. Ia menilai, aksi unjuk rasa yang melibatkan massa dalam jumlah besar memiliki risiko meningkatkan kasus penularan Covid-19 di tengah masa tanggap darurat di Yogyakarta.

"Saat Lebaran kemarin saja, tidak berapa lama ada peningkatan kasus padahal aktivitas kumpul-kumpul tidak terlalu besar. Bisa dibayangkan kalau kemudian interaksi dalam kerumunan terjadi sedemikian besar," kata Riris di Yogyakarta, Kamis.

Baca Juga

Riris mengatakan, dalam kerumunan yang besar seperti unjuk rasa, tidak ada yang dapat menjamin bahwa seluruh pesertanya tidak ada yang membawa virus. Kendati sudah ada imbauan untuk menerapkan protokol kesehatan, menurut dia, tidak ada yang dapat menjamin bahwa dalam kerumunan itu seluruh pesertanya bisa terus menerus memakai masker.

"Lalu siapa yang bisa menjamin mereka tidak kontak dengan permukaan yang terkontaminasi, lalu entah menyentuh mulutnya atau matanya dalam kerumunan yang sebegitu besar," kata dia.

Selain itu, Riris menyebut bahwa pelacakan kontak erat akan sulit dilakukan, apabila kemudian muncul kasus penularan Covid-19 saat berunjuk rasa.

"Bagaimana mau tracing kalau kita tidak kenal orang di sekitar kita, kalau di pasar masih mungkin mengingat orang yang kontak, tetapi kalau di kerumunan sulit mengingat," kata dia.

photo
Sejumlah pengunjuk rasa melempari gedung DPRD Yogyakarta saat aksi menolak pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law di Yogyakarta, Kamis (8/10/2020). - (Hendra Nurdiyansyah/Antara )

Dalam status tanggap darurat seperti yang masih berlaku di Yogyakarta, menurut Riris, semestinya apa pun kegiatan yang memicu kerumunan besar bisa dicegah. Apalagi, kasus penularan masih tinggi.

"Kalau memang mau serius menghentikan penularan ya kegiatan-kegiatan seperti itu seharusnya tidak diperbolehkan, wong sekarang masih tanggap darurat. Dalam situasi tanggap darurat semestinya bisa menggunakan pendekatan darurat," kata dia.

Sebelumnya, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X berpesan agar aksi unjuk rasa merespons pengesahan UU Cipta Kerja di wilayahnya dilakukan dengan tetap menjaga protokol kesehatan.

"Silakan asalkan protokol kesehatan dilakukan, tetapi juga yang kedua untuk jaga jarak dan pakai masker harus dilakukan," kata Sultan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement