REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komnas HAM, Amiruddin meminta agar Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto membuka diri untuk berdialog. Ia menyayangkan sikap Airlangga yang justru melontarkan tuduhan bahwa pemerintah sudah mengetahui siapa di balik layar demonstrasi menentang Undang-Undang Cipta Kerja.
"Pernyataan itu (Airlangga) tidak perlu direspon, yang diperlukan hari ini adalah setiap piminan negara baik pusat dan daerah mampu membuka diri untuk berdialog dengan masyarakat yang tak setuju, jadi bukan melontarkan tuduhan-tuduhan, itu malah jadi tidak baik," tegas Amiruddin dalam konfrensi pers secara virtual, Kamis (8/10).
Sejak awal, kata dia, Komnas HAM sudah melihat gejala akan adanya penolakan masyarakat atas UU Cipta Kerja. Bahkan, Komnas HAM juga sudah mengingatkan pemerintah dan DPR untuk berhati-hati dalam membahas rancangan undang-undang omnibus law tersebut.
"Makanya kami tegaskan ruang dialog harus dibuka segera baik tingkat DPR, DPRD maupun Menteri, harus punya ruang untuk konfirmasi," ujarnya.
Amiruddin menuturkan, berulang-ulang Komnas HAM mengatakan hak menyatakan pendapat itu dilindungi UU. Agar tidak cidera semua pihak harus mencegah terjadinya tindak kekerasan.
"Ini yang mau kami sampaikan lebih kuat karena dari siang tadi sampai sore berdasarkan info terajadi kumpulan masa yang menunjukan pendapatnya. Menko harus jelaskan sejelas-jelasnya isi UU ini, langkah kemanusiaan harus lebih dikedepankan, " tegasnya.
Menko Airlangga Hartarto sebelumnya menuding banyaknya gerakan aksi demo yang menentang disahkannya Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja karena di sponsori oleh seseorang.
Hal itu dilontarkan Airlangga karena pemerintah sangat kesal dengan aksi demonstrasi rakyat di tengah pandemi Covid-19. "Sebetulnya pemerintah tahu siapa behind (di belakang) demo itu. Jadi kita tahu siapa yang menggerakkan. Kita tahu siapa sponsornya, kita tahu siapa yang membiayainya," kata Airlangga dalam acara sebuah televisi, Kamis (8/10).
Airlangga mengklaim bahwa UU sapu jagat ini didukung oleh seluruh lapisan masyarakat termasuk kalangan buruh. "Jadi pemerintah tidak bisa berdiam hanya untuk mendengarkan mereka yang menggerakan demo dan jumlah federasi yang mendukung UU Ciptaker ada empat federasi buruh besar," katanya.