REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X menyanggupi permintaan perwakilan buruh, untuk menyampaikan aspirasi mereka terkait Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) ke Presiden Joko Widodo. Sultan HB X juga meminta peserta aksi tolak UU Ciptaker tidak berbuat anarkis.
"Saya sanggupi dengan surat yang akan ditandatangani gubernur sebagai respons dari aspirasi mereka," kata Sultan HB X sesuai menerima perwakilan buruh di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Kamis (8/10).
Menurut Sultan, sebelum perwakilan buruh menemuinya, majelis perwakilan buruh di DIY telah mengirimkan surat berisi sejumlah aspirasi mereka. Selain merespons UU Cipta Kerja, sejumlah hal yang dibicarakan dalam pertemuan itu, menurut Sultan, menyangkut bantuan langsung tunai (BLT) yang belum diterima sebagian buruh.
Berikutnya, terkait peningkatan kesejahteraan para buruh di DIY melalui aktivitas-aktivitas korporasi yang memungkinkan untuk dipenuhi oleh perusahaan. "Hal-hal seperti ini sebagai aspirasi yang bisa saya fasilitasi," kata Sultan.
Seperti diwartakan, aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law oleh berbagai elemen buruh, mahasiswa, serta pelajar berlangsung di Yogyakarta, Kamis, mulai dari di Bundaran UGM menuju DPRD DIY. Kericuhan mewarnai aksi tersebut. Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana mengaku menyayangkan terjadinya kericuhan tersebut.
"Kami sangat menyayangkan hal ini. Semestinya tidak perlu terjadi aksi yang rusuh, sehingga menodai kemurnian perjuangan rekan-rekan pekerja," katanya.
Pihaknya mempersilakan peserta aksi untuk masuk dalam lingkungan kantor DPRD DIY. Huda menyebut, pihaknya siap bertemu dan berdialog dengan massa. "Semoga tidak terjadi kembali aksi yang tidak tertib. Kepada pihak-pihak yang menghendaki kerusuhan, kami minta segera menghentikannya. Rakyat sedang sulit, ini masa pandemi, jangan menunggangi keprihatinan rekan-rekan pekerja dengan aksi yang anarkis," ujar Huda.
Walaupun begitu, Huda mengaku prihatin atas disahkannya UU Ciptaker oleh DPR RI. UU Ciptaker ini, katanya, secara sosiologis ditolak oleh masyarakat.
"Kita lihat akademisi-akademisi hampir semuanya menyuarakan (penolakan), praktisi hukum menyuarakan dan rekan-rekan pekerja hari ini turun ke jalan dengan ribuan yang mogok kerja. Saya kira ini menunjukkan UU Ciptaker secara sosiologis tidak diterima masyarakat Indonesia," jelasnya.