REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Reformasi birokrasi adalah keniscayaan karena tuntutan regulasi dan perkembangan zaman. Birokrasi harus berbenah agar terhindar dari penyalahgunaan kewenangan publik (good governance) dan terjadi peningkatan mutu layanan masyarakat, peningkatan efisiensi pelaksanaan tugas, dan terwujudnya birokrasi yang professional. Demikian disampaikan oleh Yudian Wahyudi, Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), di acara peluncuran Zona Integritas dan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) di lingkungan BPIP, di gedung Sekretariat Wakil Presiden, Rabu (7/10).
Hadir secara daring dalam acara peluncuran ini adalah Megawati Soekarnoputri, Ketua Dewan Pengarah, Jendral (Purn) Try Sutrisno, Wakil Ketua Dewan Pengarah, dan para anggota Dewan Pengarah BPIP. Selain itu, acara juga dihadiri secara luring oleh Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM, Prof Benny Riyanto, dan utusan dari Komisi Ombudsman Nasional.
Acara peluncuran Zona Integritas di lingkungan BPIP ini diselenggarakan untuk menandai bukti komitmen institusional pada reformasi birokrasi. “Zona Integritas ditetapkan sebagai ikhtiar untuk melakukan percepatan reformasi birokrasi. Peluncuran ini diharapkan memperkuat kesadaran aparatur dan penguatan struktur/alur kerja agar tercipta birokrasi yang bersih dan akuntabel,” jelas Yudian dalam siaran persnya.
Kepala BPIP menggaris-bawahi pentingnya pelaksanaan reformasi birokrasi karena kegagalan pencapaiannya bisa mengakibatkan konsekuensi yang berat. Jika gagal dilakukan, konsekuensi negatif tersebut di antaranya adalah melemahnya kepercayaan publik pada Pemerintah dan terhambatnya pencapaian tujuan pembangunan nasional.
Pada kesempatan yang sama, Presiden Asosiasi Perguruan Tinggi Islam se-Asia ini juga mengingatkan bahwa reformasi birokrasi bisa mendapatkankan tantangan besar justru dari internal birokrasi. Termasuk di antara tantangan internal tersebut adalah silo mentality, yaitu keengganan bekerja sama antarbagian atau ego-sektoral. Silo mentality bisa mengancam tercapainya efisiensi, mengancam nilai-nilai moral, dan mematikan produktivitas. “Sebagai pengawal ideologi bangsa, BPIP harus menjadi teladan dalam reformasi birokrasi ini,” tambah Yudian.
Untuk meningkatkan kinerja kelembagaan secara akuntabel dalam konteks kekinian, Yudian mengajukan panduan 3R. “Akuntabilitas kinerja kita perlu disesuaikan dengan 3R: RPJMN, Regulasi, dan Realiti,” terangnya.
Menurutnya, kinerja harus sesuai dengan visi RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2020-2024, patuh pada regulasi yang ada dan turunan-turunannya, dan sesuai dengan kondisi realitas yang ada sekarang. Hal terakhir ini terutama menyangkut situasi pandemik. “Pandemi menuntut cara kerja yang inovatif, meminimalisasi potensi penyebaran Covid-19 tanpa mengorbankan kualitas layanan,” tambahnya.
Jendral (Purn) Try Sutrisno menegaskan dukungan beliau pada agenda reformasi birokrasi di lingkungan BPIP. Pada kesempatan lain, Sudamek, anggota Dewan Pengarah BPIP, menekankan ukuran performa kinerja dalam reformasi birokrasi tidak hanya pada hasil akhir tetapi juga pada proses kerja yang terjadi. “Keterpaduan proses dan hasil akan menjamin reformasi birokrasi secara lebih terintegrasi,” terangnya.
Acara peluncuran ditandai dengan penandatanganan naskah pencanangan Zona Integritas oleh Kepala BPIP disaksikan oleh Wakil Ketua KPK, Kepala BPHN, dan utusan Komisi Ombudsman Nasional. Hadirin yang mengikuti rapat secara offline diwajibkan melampirkan tes rapid sebelum kehadiran dan tetap memperhatikan protocol kesehatan selama acara. Untuk menghindari pengumpulan massa, acara juga diselenggarakan secara online.