Selasa 06 Oct 2020 13:30 WIB

Hakim Tolak Permohonan Praperadilan Napoleon Bonaparte

Hakim menilai penetapan tersangka dan penyidikan kasus Napoleon Bonaparte sah.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Andri Saubani
Irjen Napoleon Bonaparte (tengah) usai sidang praperadilan di PN Jaksel, Senin (28/9)
Foto: Bambang Noroyono
Irjen Napoleon Bonaparte (tengah) usai sidang praperadilan di PN Jaksel, Senin (28/9)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menolak seluruh  permohonan praperadilan tersangka suap red notice Irjen Napoleon Bonaparte. Hakim Tunggal Suharno dalam putusannya menyatakan, penetapan tersangka dan proses penyelidikan, serta penyidikan dugaan suap penghapusan status buronan terpidana Djoko Tjandra yang dilakukan oleh Bareskrim Polri, sah menurut ketentuan hukum.

“Mengadili. Menolak permohonan praperadilan pemohon (tersangka Irjen Napoleon) untuk seluruhnya,” begitu putusan praperadilan yang dibacakan terbuka oleh Hakim Suharno di PN Jaksel, Selasa (6/10).

Baca Juga

Atas putusan tersebut, Hakim Suharno membebankan biaya perkara praperadilan kepada Irjen Napoleon senilai nol rupiah. “Membebankan biaya perkara kepada pemohon sejumlah nihil,” kata Hakim Suharno dalam putusan kedua.

Dalam praputusan, Hakim Suharno menolak empat materi permohonan ajuan Napoleon. Pertama, soal permintaan pencabutan status penetapan tersangka.

Napoleon menganggap terjadinya penyidikan yang tak sah lantaran tak didahului dengan proses penyelidikan. Terkait permohonan tersebut, hakim berpendapat, Bareskrim telah memberikan bukti  adanya penyelidikan di Divisi Propam Mabes Polri terkait terhapusnya red notice atas nama Tjoko Tjandra di NCB dan Imigrasi.

Proses di Propam tersebut, dikatakan Hakim Suharno, termasuk dalam tahapan penyelidikan yang berujung pada penyidikan, dan penetapan tersangka. Kedua, terkait permohonan Napoleon tentang alat bukti yang tak cukup, dan sah dalam penetapannya sebagai tersangka.

Dalam penjelasannya, Hakim Suharno membenarkan memori sanggahan dari tim hukum dari Bareskrim yang membeberkan tentang bukti-bukti, termasuk saksi-saksi, dan surat, serta para ahli yang relevan menguatkan keabsahan penetapan Napoleon sebagai tersangka.

Permohonan ketiga Napoleon, terkait dengan penghentian penyidikan, karena menganggap tindakannya tak dapat dikategorikan pidana, pun mendapat penolakan. Hakim Suharno berpendapat, dalil tim hukum Napoleon yang sudah memasuki materi pokok perkara.

Adapun keempat, terkait permohonan Napoleon agar praperadilan menyatakan tak adanya bukti-bukti akurat dalam penerimaan suap yang dituduhkan Bareskrim, Hakim Suharno pun menilai dalil Napoleon yang tak pantas diajukan dalam praperadilan karena sudah menjadi kewenangan hakim di PN Tipikor.

“Sehingga dengan demikian, hakim praperadilan berpendapat, permohonan praperadilan pemohon (tersangka Napoleon), tidak beralasan hukum, oleh karena itu, haruslah ditolak untuk seluruhnya,” begitu penjelasan praputusan Hakim Suharno.

Dengan putusan tersebut, Irjen Napoleon, pun masih menyandang status tersangka. Pun, proses penyidikan terhadapnya akan terus dilanjutkan.

Perkara yang menyeret Irjen Napoleon sebagai tersangka, terkait dengan penghapusan red notice buronan terpidana korupsi Djoko Tjandra di daftar pencarian orang (DPO) NCB Interpol Polri, dan Imigrasi. Kasus tersebut, salah satu cabang penyidikan dalam skandal suap, dan gratifikasi yang dilakukan oleh terpidana korupsi Bank Bali 1999 tersebut.

Terkait kasus red notice ini, penyidik di Bareskrim, menetapkan empat orang tersangka. Selain Napoleon, yang pernah menjabat sebagai Kadiv Hubinter Mabes Polri, tersangka lainnya, yakni Brigjen Pretijo Utomo, Kakorwas PPNS Mabes Polri.

Dua jenderal tersebut, dituduh melakukan aksi bertahap sepanjang April-Mei 2020 yang membuat Djoko Tjandra bebas keliaran masuk ke wilayah hukum Indonesia, padahal diketahui statusnya sebagai buronan Kejaksaan Agung (Kejakgung) sejak 2009. Terkait itu, Bareskrim Polri menguatkan tuduhan adanya pemberian uang senilai 20 ribu dolar AS (Rp 296 juta) dari Djoko Tjandra kepada tersangka Brigjen Prasetijo lewat peran tersangka lainnya, yakni Tommy Sumardi.

Bareskrim pun menuduh, adanya penerimaan Rp 7 miliar dalam pecahan dolar Singapura dan AS kepada Irjen Napoleon, dari Djoko Tjandra lewat perantara Tommy Sumardi. Dalam memori praperadilan tim hukum Bareskrim, disebutkan, penerimaan uang kepada tersangka Napoleon itu dilakukan bertahap sejak Mei-Juni 2020.

Pun dikatakan, Djoko Tjandra semula akan membayar peran Napoleon senilai Rp 3 miliar. Akan tetapi, dalam realisasinya, tersangka Napoleon melalui  Tommy Sumardi, meminta Djoko Tjandra menyediakan uang sebesar Rp 7 miliar dalam pecahan mata uang asing. Tersangka lain dalam kasus ini, tentunya Djoko Tjandra yang sempat buron.

photo
Action Plan Bebaskan Djoko Tjandra Lewat Fatwa MA - (Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement