REPUBLIKA.CO.ID, oleh Arie Lukihardianti, Rizky Suryarandika, Antara
Klaster Covid-19 dari lembaga pendidikan masih terus terjadi. Sebanyak 200 mahasiswa Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ) di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan, dievakuasi keluar kampus setelah divonis positif Covid-19.
Dinas Kesehatan DKI Jakarta masih menunggu proses finalisasi data untuk klaster penyebaran pandemi Covid-19 yang menyebabkan sekitar 200 mahasiswa PTIQ terinfeksi. Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Widyastuti, mengatakan data ratusan mahasiswa tersebut masih diproses termasuk untuk melakukan penelusuran (tracing).
"Data finalnya masih dalam proses, tapi sudah ada koordinasi yang baik antara tim Dinkes dengan pihak sekolah dan Kementerian Kesehatan," tutur Widyastuti di Jakarta, Senin (5/10).
Sambil difinalisasi, Dinas Kesehatan DKI Jakarta juga masih melakukan penelusuran terhadap orang-orang yang pernah kontak langsung dengan ratusan mahasiswa tersebut. "Saat ini memang belum ada hasilnya. Kami terus lakukan pendampingan dan terus dilakukan tracing," kata Widyastuti.
Para mahasiswa tersebut akhirnya dievakuasi ke fasilitas isolasi di Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat. "Kemudian ini juga dibantu oleh flat isolasi mandiri," katanya.
Camat Cilandak membenarkan adanya ratusan mahasiswa PTIQ yang positif terpapar Covid-19. "Iya benar segitu. (Awal kejadiannya dan sejak kapan) lebih detil Dinas Kesehatan yang tahu, tapi itu merupakan hasil tracing melalui tes usap (swab)," kata Camat Cilandak Mundari saat dikonfirmasi.
Mundari menyebut saat ini para mahasiswa tersebut sudah dibawa ke Wisma Atlet dan Tower Pademangan untuk melaksanakan isolasi. Mereka dibawa dengan menggunakan bus dengan kapasitas maksimal yang diperbolehkan 15 orang satu bus. "Ada sekitar tiga sampai lima bus untuk melakukan evakuasi," ujarnya.
Awalnya dari informasi yang beredar disebutkan bahwa ada satu kamar yang terpapar dan kini kampus tersebut telah ditutup sementara. Sebelumnya, dikabarkan bahwa kampus di bawah koordinasi kementerian itu masih melakukan pembelajaran tatap muka meski di ibu kota tengah melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
"Kami juga sudah mengingatkan potensi penularan terkait sistem belajar seperti itu," ujar Mundari.
Klaster Covid-19 dari tempat pembelajaran berbasis agama bukan hanya mengancam di Jakarta. Sekretaris Daerah Jawa Barat Setiawan Wangsaatmaja berharap daerah yang saat ini memiliki banyak pesantren bisa lebih waspada terkait dengan penyebaran kasus di kawasan pendidikan tersebut. Dalam sepekan terakhir kasus baru Covid-19 di pesantren cukup meningkat, seperti yang terjadi di Kabupaten Kuningan dan Kota Tasikmalaya.
"Pesantren ini harus diwaspadai jangan sampai jadi klaster baru penyebaran Covid-19," ujar Setiawan, ujar Setiawan dalam konferensi pers, Senin (5/10).
Pemprov Jabar, kata dia, sebenarnya sudah memberikan bantuan kepada pondok pesantren dalam meminimalisir penyebaran virus corona. Bantuan ke pesantren ini agar tempat pendidikan ini bisa menerapkan protokol kesehatan secara maksimal.
Saat ini, kata Setiawan, ada 101 kecamatan di Jabar yang masuk dalam zona hijau Covid-19. Artinya dalam empat bulan terakhir 101 kecamatan ini tidak ditemukan kasus baru positif orang terpapar virus corona.
Menurutnya, untuk di kawasan Bodebek, Bandung Raya, dan Jabar bagian selatan kemungkinan penularan di desa harus diwaspadai.
Isolasi Mandiri
Pasien yang positif Covid-19 namun tanpa gejala atau OTG diperbolehkan melakukan isolasi mandiri di rumah. Ketua Nasional Relawan Kesehatan (Rekan) Indonesia, Agung Nugroho, memandang tidak efektifnya kebijakan menjalani isolasi mandiri bagi pasien OTG di Jakarta. Sebab menurutnya, isolasi mandiri di rumah tidak menjamin pasien bakal patuh protokol kesehatan.
"Penyelamatan nyawa warga DKI Jakarta yang dilakukan Anies sudah tepat. Hal ini untuk melindungi semua warga DKI baik yang terpapar maupun yang belum terpapar. Tapi soal isolasi mandiri dan menempelkan stiker tidak efektif," kata Agung dalam keterangan pers.
Agung memantau saat ini klaster rumah tangga di Jakarta terus naik. Bahkan sebenarnya bisa dikatakan membludak. Ia memandang kebijakan isolasi mandiri di rumah warga sangat riskan mengingat banyak rumah warga tidak memiliki sekat antara ruang tamu ke kamar tidur dan ke kamar mandi.
"Terutama rumah petak kawasan padat penduduk. Apalagi banyak rumah ditinggali lebih dari 1 atau 2 kepala keluarga," ujar Agung.
Agung meragukan pasien isolasi mandiri di rumah bakal taat protokol kesehatan. Ia meyakini ruang isolasi yang disiapkan di GOR, wisma dan hotel lebih aman ketimbang di rumah.
"Kalau di rumah pastinya sulit disiplin. Karena, disiplin itu benar-benar berada dalam kamar dan tidak keluar atau saling kontak dengan anggota keluarga kecuali untuk buang air dan mandi," ucap Agung.
Ia melanjutkan, parameter isolasi mandiri seharusnya bukan menggunakan ukuran rumah. Tapi parameternya adalah kesiapan camat dan lurah dalam menyediakan ruang isolasi di wilayahnya dalam satu titik.
"Agar kedisiplinan warga yang diisolasi bisa terjamin dan tenaga medis di puskesmas mudah melakukan kontrol berkala. Karena isolasi dilakukan di satu titik bukan berpencar di masing-masing rumah warga yang melakukan isolasi mandiri," sebut Agung.
Koordinator Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran Mayjend TNI dr Tugas Ratmono berharap penggunaan sejumlah hotel di Jakarta dan beberapa daerah diharapkan bisa mengurangi beban tenaga kesehatan yang bertugas. "Yang sebelumnya isolasi mandiri harus di Wisma Atlet, kini bisa ke hotel, sehingga akan mengurangi beban tenaga kesehatan dan mereka lebih terlindungi," kata Tugas dalam acara bincang-bincang Satuan Tugas Penanganan Covid-19 yang disiarkan akun Youtube BNPB Indonesia.
Tugas mengatakan pembukaan hotel untuk tempat isolasi merupakan bentuk sinergi dalam penanganan Covid-19. Pemerintah, bersama TNI/Polri, profesi tenaga kesehatan, dunia usaha, dan masyarakat bersatu padu untuk menangani Covid-19.
Terkait tenaga kesehatan di Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran, Tugas mengatakan terdiri atas dokter dan perawat dari TNI/Polri, Kementerian Kesehatan dan relawan yang bergantian setiap bulan. "Mereka dijaga agar tidak kelelahan. Selalu dijaga fisik dan imunitasnya dengan harapan tidak tertular Covid-19," tuturnya.
Menurut Tugas, terdapat empat menara di Wisma Atlet Kemayoran yang digunakan untuk penanganan Covid-19, yaitu Tower 4 dan Tower 5 untuk positif Covid-19 tanpa gejala serta Tower 6 dan Tower 7 untuk pasien Covid-19 dengan gejala ringan dan gejala sedang.
Hingga Senin pagi, dilaporkan tingkat hunian di Tower 4 sekitar 40 persen, Tower 5 sekitar 60 persen, Tower 6 sekitar 69 persen, dan Tower 7 sekitar 56 persen. Jumlah positif Covid-19 tanpa gejala yang diisolasi di Tower 4 dan Tower 5 sekitar 1.600-an, sedangkan pasien Covid-19 dengan gejala ringan dan sedang yang dirawat di Tower 6 dan Tower 7 sekitar 1.800-an.
"Meskipun fluktuatif, dalam dua minggu terakhir mulai terlihat ada penurunan tingkat hunian di Wisma Atlet Kemayoran. Mudah-mudahan itu juga mencerminkan kondisi di masyarakat meskipun jumlah kasus di Jakarta saja masih di atas 1.000," katanya.