Senin 05 Oct 2020 16:42 WIB

Haedar: Media Digital Harus dalam Etika Jurnalisme Tinggi

Jurnalisme di era digital perlu hadir dengan etika media dan etika jurnalisme tinggi.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Agus Yulianto
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir
Foto: Ist
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir mengatakan, dunia jurnalistik baik konvensional atau digital, harus hadir dengan etika jurnalisme tinggi. Khususnya, jurnalistik digital yang tergolong lebih baru, dia menilai, perlu ada reformulasi etika media.

"Jurnalisme di era digital perlu hadir dengan etika media dan etika jurnalisme yang tinggi. Ini perlu direformulasi sehingga kehidupan kita tetap pada tujuan kita," kata Haedar, saat menjadi pembicara kunci webinar media dan komunikasi, Senin (5/10).

Menurutnya, untuk menjadi jurnalis, baik memiliki lembaga atau tidak harus tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kewartawanan. Di era digital, aspek etika menjadi sangat penting.

Dia berpendapat, di dalam media konvensional (cetak) ada relasi sosial dan kontrolnya lebih mudah. Media konvensional cenderung lebih dibatasi agar tidak menjadi liar. Hal ini berbeda dengan media digital.

"Di dalam relasi virtual dan media sosial, dimensi personal itu menjadi lebih banyak bergeser ke inpersonal. Oleh karena itu, etika menjadi penting bagi wartawan dan jurnalis di era digital ini," kata dia lagi.

Sementara Pemimpin Redaksi Republika Irfan Junaidi mengatakan, jurnalistik di era digital memang membaut relasi-relasi yang ada menjadi berubah. Pada masa banjirnya informasi, tidak mudah untuk bisa membedakan informasi yang benar dan yang keliru.

Beberapa platform media sosial, kata Irfan, sudah memiliki program cek fakta. Program ini, melihat dan menindaklanjuti jika ada penyebaran informasi yang salah di media sosial tersebut. Namun, menurut dia, program ini tetap tidak menjamin sepenuhnya informasi salah tidak tersebar.

Begitupun dengan peran influencer dan buzzer yang dinilainya belum bisa dipastikan kebenaran informasi yang disebarkannya. Oleh karena itu, peran media massa masih sangat penting untuk memastikan informasi yang diterima masyarakat benar.

"Yang saya yakni, dan yang memang teruji dalam perjalanan ya dunia media massa, inilah. Ada standar yang memang sudah kita jalani dan sudah teruji berdasarkan pengalaman yang sangat panjang," kata Irfan.

Dia menuturkan, proses mengolah informasi di media massa sudah melalui proses-proses tertentu. Selain itu, ada aturan yang harus dipatuhi media massa untuk memilah informasi mana yang bisa disampaikan ke publik.

"Media massa juga memiliki lembaga pengawas yang bisa memastikan kebenaran pemberitaannya. Jika suatu saat ada sengketa informasi, maka ada mekanisme resolusinya," ujarnya.

Saat ini, yang menjadi salah satu tantangan adalah, media massa bersaing dengan informasi yang beredar di media sosial. Oleh karena itu, beberapa hal perlu diperhatikan wartawan agar prinsip jurnalisme tetap terjaga.

Pertama, kata dia, penting untuk wartawan ketika menyampaikan informasi berniat untuk memberikan jalan keluar suatu isu. Selain itu, pada saat informasi tersebut disampaikan perlu dilengkapi konteks peristiwanya. "Jangan hanya puas pada kedangkalan informasi saja," kata Irfan.

Hal terakhir yang perlu diperhatikan adalah terkait tantangan lain di era digital yaitu terkait algoritma. Irfan berpesan, jangan sampai algoritma di internet melarutkan wartawan hingga ketika membuat tulisan semata-mata hanya ingin banyak dibaca.

Dekan FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Ma'mun Murod Al-Barbasy mengatakan, ada pekerjaan rumah (PR) bagi pers di Indonesia. PR tersebut adalah tetap menjaga media profesional sesuai dengan tugasnya.

"Menjadi PR bagi kaum akademisi termasuk juga di kalangan media, bagaimana kita bisa bekerja atas dasar profesionalitas dan proporsionalitas ketika mengelola media, tetapi tentu saja tantangannya tidak mudah," kata Ma'mun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement