REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengkritik putusan Mahkamah Agung (MA) yang memotong masa hukuman terpidana korupsi menyusul putusan Peninjauan Kembali (PK) Anas Urbaningrum. KPK menyatakan hal tersebut mencerminkan belum adanya kesamaan komitmen dan visi antar aparat penegak hukum dalam memandang bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa.
Dia mengatakan, MA menunjukan tren menurunkan putusan pidana yang telah diberikan kepada para koruptor. "Sejak awal fenomena ini muncul KPK sudah menaruh perhatian sekaligus keprihatinan terhadap beberapa putusan PK," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Kamis (1/10).
Dia mengatakan, KPK mengakui kalau pengajuan PK merupakan hak dari para terpidana yang ditentukan dalam Undang-Undang (UU). Dia menegaskan, pada gilirannya masyarakat juga akan ikut mengawal dan menilai rasa keadilan pada setiap putusan majelis hakim tersebut maupun terhadap kepercayaan MA secara kelembagaan.
Kritik serupa juga disampaikan Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango. Dia mengatakan, pada akhirnya biar masyarakat saja yang menilai makna rasa keadilan dan semangat pemberantasan korupsi dalam putusan-putusan PK yang diajukan tersebut.
Nawawi juga menyerahkan penilaian kepada publik saat dikonfirmasi perihal preseden buruk pemberantasan korupsi atas putusan MA tersebut. "Yang pasti KPK telah melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Sekali lagi, penilaiannya ada pada masyarakat," kata Nawawi.
KPK mencatat MA telah memberikan keringanan hukuman terhadap 23 koruptor di tingkat PK. Terakhir adalah bekas ketua umum partai Demokrat, Anas Urbaningrum.
MA telah memangkas hukuman Anas dari 14 tahun kurungan menjadi 8 tahun penjara pada tingkat kasasi. Majelis hakim PK menerima alasan Anas bahwa ada kekhilafan hakim pada putusan tingkat kasasi.
Dalam putusan PK, majelis hakim tetap tetap menghukum Anas tak boleh dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun terhitung sejak Anas selesai menjalani pidana pokok. Majelis PK juga tetap mewajibkan Anas mengembalikan uang Rp 57 miliar dan 5,2 ribu dolar AS.
Pasal yang sebelumnya dikenakan juga kepada Anas, yakni Pasal 12 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Korupsi dianggap hakim tidak tepat atau tidak terbukti. Kini, Anas hanya dijerat dengan Pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi.
Kepala Biro hukum dan hubungan Masyarakat MA Abdullah mengatakan Majelis Hakim memiliki independensi yang tidak bisa dipengaruhi. Ia meminta kepada siapa pun agar membaca secara lengkap setiap putusan sebelum memberikan komentar.