Selasa 29 Sep 2020 16:35 WIB

Kemnaker Sambut Baik Panduan Kesetaraan di Tempat Kerja

Nilai kesetaraan, inklusivitas bukan hanya slogan tapi sudah jadi kebutuhan

Disabilitas (ilustrasi)
Foto: ajproducts.co.uk
Disabilitas (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksana tugas Direktur Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri (PTKDN) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Nora Kartika, memuji langkah yang diambil APINDO untuk menerbitkan panduan kesetaraan di tempat kerja. Penyusunannya panduan itu melibatkan Kemnaker serta berbagai lembaga swadaya masyarakat yang mendorong isu hak disabilitas dan perempuan.

"Nilai-nilai kesetaraan, anti-diskriminasi, inklusivitas bukan hanya slogan tapi sudah menjadi kebutuhan universal dan ini akan kita wujudkan," kata Nora dalam acara virtual peluncuran buku "Panduan Kesetaraan dan Inklusivitas di Tempat Kerja" oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dipantau dari Jakarta, Selasa (29/9).

Panduan itu akan membantu mendorong bahwa pendekatan disabilitas bukan lagi harus dilakukan dalam bentuk amal tapi hak asasi manusia terutama hak mereka untuk bekerja dan berpenghasilan, ujar Nora. Yang perlu diperhatikan oleh semua pemangku kepentingan bahwa penyandang disabilitas bukanlah mesin tapi aset manusia yang perlu dihargai.

Panduan itu penting data Kementerian Ketenagakerjaan per Agustus 2019 yang memperlihatkan bahwa dari total 20.728.227 penduduk usia kerja adalah penyandang disabilitas, dengan sekitar 11.548.2020 orang adalah perempuan.

Terkait hal itu, Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Bahrul Fuad juga menyambut baik baik terbitnya panduan kesetaraan di tempat kerja yang dapat membantu pekerja yang memiliki disabilitas serta perempuan. Selain itu dia melihat adanya hubungan antara disabilitas tanpa kesempatan kerja dengan kemiskinan.

Hubungan antara disabilitas dan kemiskinan itu, menurut Bahrul, memiliki keterkaitan satu dan lainnya atau "lingkaran setan" yang tidak berujung. Dia memberi contoh bagaimana penyandang disabilitas dapat kehilangan akses pendidikan, layanan umum dan kesehatan karena adanya eksklusivisme dan diskriminasi yang menyebabkan mereka tidak bisa mendapatkan penghasilan.

Selain itu, orang yang berada di tingkat prasejahtera memiliki risiko mengalami sakit lebih besar, yang dapat pula menimbulkan disabilitas. "Kita bisa melihat disabilitas dengan kemiskinan memiliki hubungan yang sangat erat, jadi ketika orang menjadi disabilitas maka dia sangat berpotensi untuk menjadi miskin," kata Komisioner Komnas Perempuan Bahrul.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement