Senin 28 Sep 2020 21:50 WIB

Restu Ali untuk JPU Hadirkan Jaksa Agung di Sidang Pinangki

JAM Pidsus mempersilakan JPU jika ingin menghadirkan Jaksa Agung bersaksi di sidang.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Ali Mukartono.
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Ali Mukartono.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono, Arif Satrio Nugroho

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Ali Mukartono menyerahkan kewenangan tim penuntutan untuk memanggil Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, dan mantan Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali ke persidangan sebagai saksi perkara terdakwa suap, gratifikasi jaksa Pinangki Sirna Malasari. Ali memastikan kewenangan otonom kepada jaksa penyidikan, pun tim penuntutan untuk memanggil, atau memeriksa orang-orang tertentu terkait penanganan perkara.

Baca Juga

Termasuk, kata Ali, soal kewenangan otonom kepada para penyidik, pun penuntutannya untuk memeriksa, ataupun memanggil Burhanuddin dan Hatta Ali agar memberikan kesaksian, juga klarifikasi di persidangan.

“Itu terserah jaksa (penuntutan) lah. Terserah jaksanya lah. Dia (jaksa) otonom. Terserah dia (jaksa) nanti perkembangannya di persidangan seperti apa,” kata Ali saat dicegat di Gedung Pidana Khusus, Kejakgung, Jakarta, Senin (28/9).

Namun Ali menerangkan, sebetulnya tak ada keharusan untuk menghadirkan Burhanuddin, pun Hatta Ali sebagai saksi di persidangan Pinangki. Sebab menurut dia, terseretnya nama Burhanuddin, dan Hatta Ali dalam dakwaan Pinangki, terkait dengan rencana permufakatan jahat dalam pengurusan fatwa MA yang gagal.

Permufakatan dalam action plan untuk Djoko Tjandra tersebut, dikatakan Ali, tak terlaksana.

“Kan di dalam dakwaan itu sudah disampaikan, bahwa itu (action plan) tidak terlaksana. Kan begitu. Terus urgensinya (kepentingan untuk dihadirkan dalam persidangan) apa? Begitu kira-kira,” sambung Ali.

Ali juga menyampaikan, sebelum masuk ke persidangan, saat proses penyidikan terhadap tersangka Pinangki, tim penyidiknya juga belum pernah melakukan pemeriksaan, pun klarifikasi terhadap Burhanuddin, maupun Hatta Ali.

“Kalau penyidik waktu itu, mengatakan tidak perlu (dimintai keterangan dan klarifikasi),” terang Ali.

Karena, kata Ali, penyidiknya meyakini action plan yang memuat nama Jaksa Agung, pun mantan Ketua MA, tak terlaksana. Sebab itu, Ali mengungkapkan, dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tersangka Pinangki, tim penyidikan, tak perlu menggali kesaksian dari Burhanuddin, pun Hatta Ali.

“Karena itu (action plan) tidak sampai dilaksanakan,” terang Ali.

Akan tetapi, Ali menegaskan, memberikan kewenangan penuh kepada tim jaksa penuntutan, pun bagi pengadilan untuk memanggil Burhanuddin, maupun Hatta Ali untuk bersaksi.

“Tapi nanti di persidangan apakah jaksanya mau menghadirkan (sebagai saksi) ya silakan,” sambung Ali.  

Nama Burhanuddin, dan Hatta Ali disebut-sebut dalam dakwaan Pinangki. Sedikitnya, empat kali nama Jaksa Agung, dan mantan Ketua MA tersebut, dikaitkan dengan rencana jahat Pinangki, dalam pengajuan proposal action plan untuk membebaskan Djoko Tjandra dari status terpidana.

Proposal action plan senilai 10 juta dolar AS (Rp 150 miliar) itu, dikatakan dalam dakwaan, diajukan oleh Pinangki, bersama rekannya politikus Nasdem Andi Irfan Jaya yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka. Terkait action plan tersebut, memang dibatalkan oleh Djoko Tjandra. Akan tetapi, terpidana korupsi Bank Bali 1999 tersebut, sudah memberikan uang panjar senilai 500 ribu dolar (Rp 7,5 miliar) kepada Pinangki, lewat peran Andi Irfan.

Uang panjar tersebut, separuh dari nilai 1 juta dolar AS yang dijanjikan Djoko Tjandra untuk Pinangki, pun Andi Irfan, dalam mengurus rencana pengurusan fatwa MA tersebut. Sedangkan Rp 150 miliar, disiapkan untuk pejabat tinggi di Kejakgung, dan MA.

In Picture: Sidang Perdana Jaksa Pinangki di Pengadilan Tipikor

photo
Terdakwa kasus suap pengurusan pengajuan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari, mengikuti sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (23/9/2020). Sidang tersebut beragendakan pembacaan dakwaan dalam kasus dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh pihak Jaksa Penuntut Umum. - (MUHAMMAD ADIMAJA/ANTARA )

Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin sudah merespons soal kemunculan namanya dalam dakwaan jaksa Pinangki Sirna Malasari terkait perkara Djoko Tjandra. Ia menyatakan, dirinya tak pernah peduli dan mempersilakan agar hal tersebut dialami.

Burhanuddin menyatakan, bahwa Kejaksaan Agung (Kejakgung) menangani perkara Pinangki secara terbuka. Ia menegaskan, dirinya tak pernah memberi instruksi apa pun dalam penanganan kasus ini.

"Bahkan untuk dakwaan pun yang menyebut nama saya, saya tidak pernah peduli. Silakan, terbuka kami untuk dilakukan penyidikan dan teman-teman sudah melakukan itu," kata Burhanuddin dalam rapat bersama Komisi III DPR RI, Kamis (24/9) pekan lalu.

Burhanuddin mengatakan, apabila Kejaksaan sampai mengintervensi kasus Pinangki, maka hal itu adalah sesuatu yang bodoh. Ia mengklaim tidak ada upaya-upaya khusus dalam penanganan kasus Pinangki dan Djoko Tjandra itu.

"Adalah suatu hal yg bodoh apabila kami melakukan itu karena perkara ini tinggal eksekusi. Tidak ada lagi upaya-upaya lain, upaya hukum lain tidak ada," ujar Burhanuddin.

Adapun, mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali menegaskan, tak pernah kenal dengan jaksa Pinangki Sirna Malasari, pun Andi Irfan Jaya. Ketua kamar tertinggi yudikatif 2012-2020 itu, pun membantah terlibat dalam upaya penerbitan fatwa bebas MA untuk terpidana korupsi Djoko Sugiarto Tjandra.

Namun, Hatta mengakui, dirinya punya kekerabatan dengan Anita Dewi Kolopaking, dan pernah bertemu dengan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin pada 2019.

“Saya tidak pernah kenal dengan yang namanya Jaksa Pinangki, maupun Andi Irfan Jaya yang dikatakan dari partai Nasdem itu,” kata Hatta kepada Republika, Rabu (23/9) pekan lalu.

Hatta pun mengatakan, tak tahu-menahu soal pengurusan fatwa MA, dan pembuatan action plan atau rencana aksi untuk kepentingan Djoko Tjandra. Menurutnya, perkenalannya dengan Anita Dewi Kolopaking, pun dilakuakn dengan cara profesional.

“Pengacara Anita Kolopaking, adalah teman sealumni,” terang Ali.

Pertemanan tersebut, kata Hatta, sejak keduanya sama-sama sebagai akademisi Strata-3 di Universitas Padjajaran, Bandung. Menurut Hatta, Anita Kolopaking, juga salah satu anggota ALA (Asean Law Association).

Ia mengakui, pernah bertemu dengan Anita Kolopaking, saat konfrensi ALA di Phuket, Thailand 2019. “Sehingga dengan sendirinya, pasti ketemu dengan Anita dalam kegiatan tersebut,” terang Hatta.

photo
Action Plan Bebaskan Djoko Tjandra Lewat Fatwa MA - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement