REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku terus mengumpulkan informasi terkait kasus dugaan korupsi jaksa Pinangki Sirna Malasari terkait terbitnya fatwa soal Djoko Tjandra. KPK mengatakan, bahwa saat ini tim tengah melakukan supervisi perkara tersebut masih dalam proses pengumpulan informasi.
"Pertama terkait penyidikan Djoko Tjandra, pada saat ini kami tim yang diperintah oleh pimpinan melakukan supervisi masih dalam tahap pengumpulan informasi," kata Deputi Penindakan KPK Karyoto di Jakarta, Kamis (24/9).
Karyoto mengaku saat ini tim tengah mengolah informasi dari berbagai sumber dari masyarakat ataupun dari hasil koordinasi dengan Bareskrim maupun kejaksaan. Namun, dia menegaskan bahwa bukan berarti KPK saat ini telah masuk tahap penyelidikan untuk mencari tersangka lain terkait kasus tersebut.
"Kami saat ini baru sebatas pengumpulan informasi," katanya.
Sedangkan terkait adanya isu tukar guling terkait fatwa Mahkamah Agung (MA) dengan Hotel Mulia, Senayan yang akan dilakukan oleh eks politikus Andi Irfan, Karyoto menyebut itu adalah informasi baru. Dia mengaku akan membahas lebih lanjut terkait informasi tersebut.
"Sebenarnya bukan tukar guling tapi kita sudah terima informasi itu. Nanti akan kita dalami," katanya.
Seperti diketahui, Jaksa Pinangki Sirna Malasari didakwa dengan tiga dakwaan berlapis. Dakwaan pertama, Pinangki didakwa telah menerima suap 500 ribu dolar AS dari 1 juta dollar AS yang dijanjikan oleh Djoko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra selaku terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.
Pinangki melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) subsider Pasal 11 UU Tipikor.
Dalam dakwaan kedua, Pinangki didakwa Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sementara dakwaan ketiga yakni tentang untuk pemufakatan jahat, Pinangki didakwa melanggar Pasal 15 Jo Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jo. Pasal 88 KUHP.
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menilai, Pinangki seharusnya dikenakan pasal 12 huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (tipikor). MAKI beralasan karena pasal tersebut berkaitan lebih luas terkait tipikor di lingkungan pegawai pemerintah.
"Pasal 5 UU Tipikor itu terlalu sederhana karena sebatas memberi atau menerima saja di lingkingan pegawai negeri," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman di Jakarta, Kamis (24/9).
Boyamin mengatakan, pasal 12 huruf a tidak hanya berbicara terkait menerima atau memberi. Dia melanjutkan, pasal tersebut juga memasukan pemberian hadiah atau janji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu berdasarkan jabatan tertentu seseorang.
"Seorang jaksa ini seharusnya menangkap buron, ini malah membantu buron. Pinangki itu kan jaksa jadi seharusnya membawa pulang buron enggak boleh membantu," katanya.
Dia mengatakan, pasal 5 merupakan pasal sederhana berkenaan dengan Pinangki sebagai aparat penegak hukum. Menurutnya, hakim seharusnya memberikan pasal lain agar dapat mendalami kasus dugaan suap yagn berkaitan dengan terbitnya fatwa Djoko Tjandra.
Menurut Boyamin, tidak mungkin jaksa bawah seperti Pinangki bergerak sendiri. Dia melanjutkan, sulit bagi jaksa sekelas Pinangki untuk mendapatkan tandatangan jaksa agung terkait fatwa Djoko Tjandra.
Dia menduga, Pinangki pasti menyebut nama tertentu untuk dijadikan pijakan guna meyakinkan Djoko Tjandra hingga akhirnya mau membayarkan sejumlah uang. Artinya, sambung dia, perlu ditelusuri siapa nama yang dicatut Pinangki dalam rangka meyakinkan agar bersedia mengurus fatwa.
"Tapi mudah-mudahan hakim akan menggali sampai sejauh itu, jadi kita tunggu lagi saja persidangannya seperti apa," tambah Boyamin.
Boyamin juga berharap agar KPK melakukan supervisi atau penyelidikan tersendiri atau pengembangan terkait kasus tersebut. MAKI juga sudah menyerahkan kekurangan yang dimiliki Kejagung kepada KPK terkait king maker dan lima inisial.
"Mudah-mudahan KPK bisa menindaklanjuti dan kita serahkan sepenuhnya ke KPK," katanya.