Senin 28 Sep 2020 15:45 WIB

Tumpak: Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris Sudah Sehat

Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris sudah sehat namun belum bisa bertugas.

Dewan Pengawas (Dewas) KPK Syamsuddin Haris
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Dewan Pengawas (Dewas) KPK Syamsuddin Haris

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK), Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan kondisi Syamsuddin Haris telah sehat. Namun, Syamsuddin belum bisa kembali menjalankan tugasnya sebagai anggota Dewas KPK, sehingga sidang putusan etik terhadap Plt Direktur Pengaduan Masyarakat KPK Aprizal tertunda.

"Jadi sebenarnya ini hari kita sudah putuskan di sidang terdahulu akan sidang untuk dugaan pelanggaran etik ini, tapi sehubungan dengan salah seorang anggota majelis belum sembuh dan masih dirawat di rumah sakit maka musyawarah majelis untuk kasus ini belum bisa terlaksana," kata Ketua Majelis Etik sekaligus Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di gedung KPK Jakarta, Senin (28/9).

Baca Juga

Awalnya putusan sidang etik Dewas KPK dengan terperiksa Aprizal dijadwalkan pada Senin, 28 September 2020 pukul 09.00 WIB yang akan berlangsung di auditorium Randi Yusuf gedung ACLC atau gedung KPK lama. Namun, karena salah satu anggota majelis etik yaitu Syamsuddin Haris terkonfirmasi positif COVID-19 pada 18 September 2020 dan dirawat di RS Pertamina maka dua anggota majelis etik yaitu Tumpak Hatorangan dan Albertina Ho tidak dapat melakukan musyawarah.

"Pak Syamsuddin sehat-sehat saja, tapi memang perlu waktu (pemulihan), saya tidak tahu konkrit-nya tapi saya telepon seperti itu kondisi-nya," ucap Tumpak.

Menurut Tumpak musyawarah majelis menjadi syarat untuk dibuatnya suatu putusan etik. "Musyawarah itu persyaratan sebelum dilakukan putusan, jadi harus musyawarah dulu karena belum musyawarah jadi belum bisa dinyatakan putusan dan kebetulan karena BDR (Bekerja Dari Rumah) dan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) maka sidang akan ditunda sedikit lebih lama sampai 12 Oktober yang akan datang," ujar Tumpak menjelaskan.

Berbeda dengan sidang putusan etik terhadap Ketua KPK Firli Bahuri pada 24 September 2020 lalu yang pembacaannya diwakili anggota Dewas KPK Artidjo Alkostar, musyawarah, menurut Tumpak tidak bisa diwakilkan. "Kemarin (untuk sidang) Firli musyawarah sudah dilakukan sebelum beliau (Syamsuddin Haris masuk ke rumah sakit)," tutur Tumpak.

Tumpak berharap musyawarah dapat dilakukan segera setelah Syamsuddin keluar dari rumah sakit. "Musyawarah dilakukan kalau sudah selesai dulu dari rumah sakit, saya rasa akan cepat," kata Tumpak.

Sidang perdana untuk terperiksa Aprizal dilakukan pada 26 Agustus 2020 atas dugaan melaksanakan kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau yang dikenal sebagai "OTT ONJ" tanpa koordinasi.

Ia disangkakan melanggar kode etik dan pedoman perilaku "Sinergi" pada Pasal 5 ayat (2) huruf a Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor: 02 Tahun 2020. Saat "OTT UNJ" terjadi pada 20 Mei 2020 tim dari Direktorat Pengaduan Masyarakat berada dalam posisi melakukan pencarian informasi, pendalaman hingga verifikasi informasi yang diterima.

Pada saat yang sama Inspektorat Jenderal Kemendikbud juga sedang melakukan fungsi pengawasan internal mereka sebagai Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) dan meminta pendampingan KPK. Namun, kondisi berubah ketika ada instruksi agar sejumlah pejabat di Kemendikbud dan UNJ dibawa ke kantor KPK.

Tim lalu diperintahkan menjemput orang-orang dari Kemendikbud dan UNJ saat itu menuju lokasi pada sekitar pukul 23.00-24.00 pada hari yang sama. Perkara itu selanjutnya diserahkan kepada Polda Metro dan Polda Metro lalu menghentikan perkara tersebut karena polisi tidak menemukan unsur tindak pidana.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement