Senin 28 Sep 2020 08:29 WIB

Dewan Pers: Insentif Bagi Media Secepatnya Disalurkan

Pemerintah justru lebih memilih membantu buzzer dan influencer.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Hiru Muhammad
Seorang pegawai memeriksa kondisi mesin cetak di sebuah perusahaan media massa di Kota Pekanbaru, Riau, Senin (27/7/2020). Pemerintah Indonesia memastikan industri media mendapat insentif untuk mengatasi dampak COVID-19 di antaranya penghapusan pajak pertambahan nilai kertas, penangguhan beban listrik, penangguhan kontribusi BPJS Ketenagakerjaan, keringanan cicilan pajak korporasi, membebaskan pajak penghasilan karyawan dan menginstruksikan kementerian untuk mengalihkan anggaran belanja iklan ke media lokal.
Foto: ANTARA/FB Anggoro
Seorang pegawai memeriksa kondisi mesin cetak di sebuah perusahaan media massa di Kota Pekanbaru, Riau, Senin (27/7/2020). Pemerintah Indonesia memastikan industri media mendapat insentif untuk mengatasi dampak COVID-19 di antaranya penghapusan pajak pertambahan nilai kertas, penangguhan beban listrik, penangguhan kontribusi BPJS Ketenagakerjaan, keringanan cicilan pajak korporasi, membebaskan pajak penghasilan karyawan dan menginstruksikan kementerian untuk mengalihkan anggaran belanja iklan ke media lokal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepastian pemerintah bakal memberikan insentif kepada insan pers terkait dampak pandemi Covid-19 belum diketahui. "Kepastiannya kapan kami belum memperoleh informasi itu yang pasti kapan. Tapi  kami di Dewan Pers berharap pemerintah bisa secepatnya karena banyak diantara rekan-rekan perusahaan pers yang sudah kesulitan, tidak peduli itu perusahaan pers besar, perusahaan kecil apalagi," kata Ahmad Djauhar, anggota Dewan Pers, Ahad (27/9).

Menurutnya bantuan untuk media memang sangat dibutuhkan saat ini. Dirinya membandingkan dengan negara Skandinavia yang dinilai menaruh perhatian besar terhadap peran media sebagai pilar keempat demokrasi. "Bagi mereka kalau media tidak ada ya otomatis demokrasi dikhawatirkan collabs, nah sayangnya di sini hal itu tidak menjadi concern sangat besar gitu," ujarnya.

Ia beranggapan pemerintah justru lebih memilih membantu buzzer dan influencer. Pemerintah seharusnya tidak melupakan peran media. Bagaimana pun peran media masih sangat besar."Selama ini media sudah membuktikan bahwa media lah yang tidak asal membela yang bayar, kan kalau buzzer, influencer itu ya tergantung pesenannya seperti apa, meskipun kontennya, pesannya nggak pas benar untuk masyarakat tapi kalau itu harus disukseskan ya itu yang akan mereka geber itu," katanya.

Djauhar mengatakan Dewan Pers telah berkoordinasi dengan Kemenkominfo terkait media seperti apa yang nantinya memperoleh insentif dari pemerintah. Jangan sampai media yang tidak terdaftar di Dewan Pers ikut menerima bantuan tersebut. "Ya tentu saja media yang kalau bisa perusahaan pers yang sudah terverifikasi, perusahaan pers yang mempekerjakan wartawan yang sudah ikut UKW, itu kan norma kehidupan pers nasional harusnya seperti itu kan," tuturnya.

Sebelumnya pemerintah dipastikan akan memberikan sejumlah insentif bagi industri pers atau media. Ada tujuh poin kesepakatan terkait insentif dalam pertemuan tersebut. Pertama, pemerintah akan menghapuskan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi kertas koran sebagaimana dijanjikan Presiden Jokowi sejak Agustus 2019. Dalam peraturan menteri keuangan yang menjadi peraturan pelaksana Perpres Nomor 72 Tahun 2020, akan ditegaskan bahwa PPN terhadap bahan baku media cetak menjadi tanggungan pemerintah.

Kedua, pemerintah melalui Kemenkeu, akan mengupayakan mekanisme penundaan atau penangguhan beban listrik bagi industri media. Ketiga, pemerintah akan menangguhkan kontribusi BPJS Ketenagakerjaan selama 12 bulan untuk industri pers dan industri lainnya lewat keputusan presiden (keppres).

Keempat, pemerintah akan mendiskusikan dengan BPJS Kesehatan terkait penangguhan pembayaran premi BPJS Kesehatan bagi pekerja media. Kelima, pemerintah memberikan keringanan cicilan Pajak Korporasi di masa pandemi dari yang semula turun 30 persen menjadi turun 50 persen.

Keenam, pemerintah membebaskan pajak penghasilan (PPh) karyawan yang berpenghasilan hingga Rp 200 juta per bulan. Ketujuh, pemerintah akan menginstruksikan semua kementerian agar mengalihkan anggaran belanja iklan mereka, terutama iklan layanan masyarakat, kepada media lokal. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement