REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendalami kasus penembakan Pendeta Yeremia di Intan Jaya, Papua, pada Sabtu (19/9) lalu. Kasus ini menambah rentetan kekerasan bersenjata di Papua pada medio 2020.
Komnas HAM mencatat kekerasan bersenjata yang terjadi di Intan Jaya, Papua sepanjang medio 2020 ini telah menelan korban sipil dan TNI maupun lainnya. Tercatat terdapat 8 korban. "Komnas HAM memberikan perhatian terhadap kasus penembakan Pendeta Yeremia tersebut dan akan melakukan pendalaman terhadap fakta - fakta yang terjadi," ujar Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Muhammad Choirul Anam melalui pesan yang diterima Republika.co.id, Selasa (22/9).
Komnas HAM dan Kantor Perwakilan Komnas HAM Provinsi Papua telah memulai mengumpulkan berbagai informasi untuk kasus Pendeta Yeremia dan kasus-kasus lain yang telah terjadi sebelumnya. Pentingnya pendalaman tersebut, kata Choirul tidak hanya untuk menjawab kesimpangsiuran tentang pelaku penembakan, tetapi juga lebih dalam melihat secara komperhensif situasi kekerasan yg kerap terjadi di Intan Jaya.
"Sehingga terdapat modalitas yang baik untuk melakukan evaluasi berbagai kekerasan yang terjadi di Papua dan Papua Barat secara keseluruhan termasuk di dalamnya managemen keamanan," kata Choirul.
Selain persoalan tersebut Komnas HAM mengingatkan kembali pendekatan kekerasan, apapun alasan dan latar belakangnya, akan melahirkan pelanggaran HAM dan potensial kekerasan berikutnya. Oleh karenanya Komnas HAM menyerukan penghentian kekerasan khususnya kekerasan bersenjata agar perdamaian terwujud di Papua.
Pada Sabtu (19/9) sekitar pukul 17.20 WIT, Pendeta Yeremia Zanambani, tertembak di Hitadipa, Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya. Hanya itu yang disepakati pihak TNI dan kelompok separatis bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB).