REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pengamat Politik Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, banyaknya anggota Polri yang ada di struktural Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan bahwa Polri ingin menguasai KPK. Nantinya, tidak ada lagi pengungkapan kasus rekening gendut dan mafia karena mereka pasti melindungi para jenderalnya.
“Mending KPK dibubarkan saja. Ini sama saja memindahkan anggota Polri. Polri ingin kuasai KPK. Padahal, KPK dibentuk untuk memberantas korupsi bukan untuk melindungi para koruptor. Diganti saja namanya menjadi Komisi Kepolisian Indonesia. Harusnya masyarakat sipil yang bekerja di KPK itu. Bukan orang-orang yang sudah punya jabatan dan dari institusi lain,” katanya saat dihubungi Republika, Senin (21/9).
Dia mengatakan, hal ini, berbahaya karena seharusnya orang yang bekerja sebagai penyidik KPK adalah warga sipil. Dia khawatir tidak ada lagi pemberantasan korupsi dan pengungkapan kasus mafia maupun jenderal seperti dahulu.
Kini, dia hanya bisa melihat apa yang dilakukan KPK. Menurutnya, saat ini, tidak bisa berharap dengan KPK untuk mengungkap kasus para koruptor.
Dikatakan Chaniago, hal ini semakin memperjelas ada titipan dari para jenderal untuk menjaga jejaknya yang kotor. Sehingga, mereka aman dan tentram tidak akan dieksekusi maupun dihukum. Padahal, fungsi KPK sebenarnya mengungkap hal tersebut dan mengamankan uang negara.
“Apa yang mau diharapkan? Ketuanya kan dari kepolisian. Terus sekarang dominan kepolisian. Semua pada ngumpul di situ. Pasti ada titipan dan tumpang tindih. Mau menyadap orang pun banyak peraturannya. OTT pun sekarang dilakukan. Jelas ada motivasi politik. Ya dilihat saja apa yang mereka perbuat,” kata Chaniago yang Direktur Eksekutif Voxpol Center Reseach and Consulting ini.
Adapun konflik kepentingan yang terjadi di sini, Ia tidak tahu apa yang mau dilakukan para anggota Polri tersebut. Yang jelas, pasti ada tujuan tertentu. Sehingga mereka berusaha memasuki KPK.
Dia menganggap, saat ini, KPK mati suri dan banyak permainan. “Nikmati saja permainan ini, kami masih berharap ada warga sipil yang akan bekerja disana. Tapi tidak mungkin mengingat ketuanya pun jenderal dari kepolisian,” kata dia.
Sebelumnya diketahui, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritisi terpilihnya enam anggota Polri dalam seleksi jabatan struktural di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Keenam anggota Polri yang terpilih yakni, Brigjen Setyo Budiyanto lolos menjadi Direktur Penyidikan (Dirdik) dan lima Koordinator wilayah, Kombes Didik Agung Widjanarko, Kombes Agung Yudho Wibowo, Kombes Bahtiar Ujang Purnama, Kombes Kumbul Kuswijanto Sudjadi dan Kombes Yudhiawan.
"ICW ingin mengingatkan kepada Firli Bahuri bahwa tempat ia bekerja adalah Komisi Pemberantasan Korupsi bukan kantor Kepolisian Republik Indonesia," tegas Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam pesan singkatnya, Sabtu (19/9).
Berdasarkan data yang dihimpun oleh ICW, setidaknya KPK saat ini telah mempekerjakan empat orang perwira tinggi Polri, yakni Komjen Pol Firli Bahuri selaku Ketua KPK, Irjen Pol Karyoto selaku Deputi Penindakan, Brigjen Pol Setyo Budiyanto selaku Direktur Penyidikan, dan Brigjen Pol Endar Priartono selaku Direktur Penyelidikan.
Dengan terpilihnya lima orang yang mengisi posisi Koordinator Wilayah, kemungkinan juga akan dinaikkan pangkatnya menjadi Jenderal bintang satu. Sehingga, total perwira tinggi Polri yang menduduki jabatan strategis di KPK ada sembilan orang.
"Hal ini tentu akan menimbulkan persepsi di tengah publik akan terjadinya dugaan konflik kepentingan," ujar Kurnia.