Rabu 16 Sep 2020 00:02 WIB

MAKI Curiga Ada Upaya Tarik Ulur Putusan Etik Firli Bahuri

Alasan ditundanya pembacaan putusan lantaran 3 anggota majelis etik jalani tes usap.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menaruh kecurigaan atas sidang putusan dugaan pelanggaran etik Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri yang tertunda. Sedianya, putusan Firli Bahuri dibacakan pada Selasa (15/9). 

"Terus terang saja curiga dengan penundaannya ada tarik ulur. Kan gambaran saya putusannya akan agak berat kalau dinyatakan bersalah, tapi kemudian ada upaya-upaya untuk mengulur waktu supaya dugaan-dugaan apa ada kompromi gitu, kan," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Selasa (15/9).

photo
Ketua KPK Firli Bahuri bersiap menjalani sidang etik di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, Jakarta. (ANTARA/Hafidz Mubarak A)

Diketahui, alasan ditundanya pembacaan putusan lantaran tiga anggota majelis etik, yakni Tumpak Hatorangan Panggabean, Albertina Ho, dan Syamsuddin Haris harus melakukan tes usap setelah ketiganya diindikasikan berinteraksi dengan pegawai KPK yang terpapar Covid-19.

Ingin memastikan kebenaran alasan tersebut, Boyamin pun mendatangi Gedung ACLC KPK pada Selasa siang. Dalam kesempatan tersebut, Boyamin juga menyerahkan sejumlah bukti yang ia belum sempat sampaikan saat bersaksi dalam persidangan sebelumnya. Bukti-bukti yang ia bawa berupa foto dan video ketika ia melakukan rekonstruksi perjalanan ke Baturaja, Sumatera Selatan. 

"Itu adalah hasil rekonstruksi saya yang ke Desa Lontar, Kecamatan Muara Jaya, Baturaja, Sumsel, pada tanggal 10 Juli," ungkapnya.

"Hasil fotonya saya ingin serahkan sama video-video yang saya berangkat pakai mobil dobel kabin, perjalanannya lancar, tidak macet, tidak rusak. Itu ada video semua," tambah Boyamin.

Dia berharap, dengan barang bukti yang disampaikan dapat menjadi bahan pertimbangan putusan yang akan dibacakan Rabu (23/9) pekan depan. "Keputusan bisa saja sudah ada tapi belum dibacakan, maka masih kemungkinan akan ada suatu perubahan," kata Boyamin.

Sementara Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mewanti-wanti jangan sampai tertundanya putusan dijadikan celah untuk mengintervesi proses sidang oleh oknum atau kelompok tertentu. 

"Jangan sampai jelang pengumuman pada pekan depan dimanfaatkan oknum atau kelompok tertentu untuk mencoba mengintervensi proses sidang etik di Dewan Pengawas KPK, " tegas Kurnia. 

Dewas KPK menunda putusan sidang etik dengan terperiksa Ketua KPK, Firli Bahuri dan Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo Harahap. Sedianya, Dewas KPK mengaggendakan putusan sidang etik Firli Bahuri dan Yudi Purnomo Harahap pada Selasa (15/9). 

"Rencana persidangan etik Dewan Pengawas KPK dengan terperiksa YP, Pegawai KPK dan FB, Ketua KPK ditunda dari jadwal Selasa (15/9) menjadi Rabu (23/9) pekan depan," ujar Plt Juru Bicara Bidang Pencegahan, Ipi Maryati dalam pesan singkatnya, Selasa (15/9). 

Penundaan agenda sidang ini dilakukan karena dibutuhkannya tindakan cepat penanganan dan pengendalian Covid-19 di lingkungan KPK, khususnya Dewas KPK. Ipi mengungkapkan, dari hasil tracing internal ditemukan indikasi interaksi antara pegawai yang positif Covid-19 dengan Anggota Dewas KPK.

"Sehingga pada hari ini akan dilakukan tes swab sejumlah pihak terkait, " tutur Ipi. 

Sebelumnya, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra menilai bila memang terbukti melanggar kode etiik, Firli Bahuri harus diberhentikan dari posisi Ketua KPK, agar menjadi contoh yang baik. 

"Supaya menjadi pelajaran, bahwa lembaga antikorupsi itu harus orang-orang yang memang memberikan contoh yang baik, jadi teladan dari sudut moralnya, dari sudut etikanya, dari sudut kepatutannya," tegas Azyumardi.

Menanggapi desakan tersebut Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris menegaskan, segala putusan sudah menjadi wewenang majelis etik. "Itu menjadi wewenang majelis etik, " ujar Haris. 

Dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Firli tersebut diadukan oleh MAKI keDewas KPK pada Rabu (24/6). Pada Sabtu (20/6), Firli melakukan perjalanan dari Palembang ke Baturaja, Sumatera Selatan untuk kepentingan pribadi keluarga, yakni ziarah ke makam orangtuanya.

Perjalanan tersebut menggunakan sarana helikopter milik perusahaan swasta dengan kode PK-JTO berkategori mewah (helimousine) karena pernah digunakan Motivator dan Pakar Marketing Tung Desem Waringin yang disebut sebagai Helimousine President Air. MAKI menilai perbuatan Firli tersebut bertentangan dengan kode etik pimpinan KPK yang dilarang bergaya hidup mewah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement