REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana menjelaskan alasan Pemerintah Kota Bandung tidak menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Padahal kasus baru Covid-19 di Kota Bandung meningkat.
Menurutnya pada prinsipnya pelaksanaan PSBB ataupun adaptasi kebiasaan baru (AKB) hampir mirip. Perberbedaan hanya soal lokasi titik pengawasannya.
"PSBB itu ada titik pemeriksaan di perbatasan, yang diperiksa kan tidak jauh dari masker, suhu. Kita sepakat (AKB) untuk memperketat pemeriksaan masker dan suhu, yang biasa kita lakukan cek poin (saat PSBB), kini jadi langsung diperiksa di tempat-tempat yang direlaksasi," kata Yana di Bandung, Selasa (15/9).
Selain itu, menurutnya, ada konsekuensi yang perlu dipenuhi jika mengambil langkah penerapan PSBB kembali. Konsekuensi itu adalah perlu adanya jaring pengaman sosial (JPS) untuk masyarakat yang membutuhkan karena mobilitasnya terhambat.
"Kan PSBB itu banyak konsekuensi, kita harus izin juga, menyiapkan jaring pengaman sosial, itu kan memerlukan sumber daya juga," kata Yana.
Saat ini kasus Covid-19 di Kota Bandung kian meningkat seiring diberlakukannya AKB. Pada 23 Agustus 2020, di Kota Bandung tercatat ada 71 kasus positif aktif Covid-19 dan 48 kasus kematian akibat Covid-19.
Namun kini data berdasarkan Pusat Informasi Covid-19 Kota Bandung, pada 14 September 2020 tercatat ada 222 kasus positif aktif Covid-19. Jumlah kumulatif hampir menyentuh 1.000 pasien positif Covid-19.
Meski begitu, Yana memastikan langkah Pemkot Bandung untuk memperketat AKB diharapkan bisa menekan kasus Covid-19. Menurutnya kunci yang paling utama meredam penyebaran adalah penggunaan masker.
"Karena salah satu kunci menekan penyebaran itu lewat penggunaan masker, insya Allah tidak menularkan dan tidak tertular, kalau itu dilakukan seharusnya insya Allah (menurun)," katanya.