Senin 14 Sep 2020 22:59 WIB

Marak Balap Lari Liar, Ahli: Anak tak Diberi Tanggung Jawab

Ahli sosial UI menilai balap lari liar karena anak muda miliki banyak waktu

Rep: Mabruroh/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aksi balap lari belakangan ini menjadi tren di kalangan anak muda. Bahkan sejak viral di media sosial, aksi ini kemudian menjamur di daerah-daerah lainnya, termasuk Jakarta. 

Pengamat Sosial dari Universitas Indonesia, Devie Rachmawati menilai, aksi tersebut tercetus di kalangan anak muda karena beberapa faktor. Di antaranya, karena anak-anak remaja tersebut mempunyai keleluasaan waktu, tidak memiliki tanggung jawab lebih, di tambah di masa pandemi ini sehingga aktivitas jalanan tidak begitu padat seperti biasanya.

"Di masa pandemi kan ada banyak pembatasan, sehingga keleluasaan yang mereka miliki, energi besar yang memang menjadi ciri khas kelompok muda, di tambah juga tersedianya jalanan (yang kosong), menyebabkan mereka mempunyai kesempatan melakukannya," jelas Devie dalam sambungan telepon, Senin (14/9).

Devie menceritakan, di zamannya, orangtua akan melarang anak-anaknya keluar rumah di atas jam 18.00 WIB. Namun tentu saja berbeda dengan kondisi saat ini, ujarnya, di atas jam 21.00 WIB bahkan hingga subuh masih ada anak-anak yang nongkrong.

"Di luar pandemi sekalipun bukan sesuatu yang sehat, jadi memang ada hal dalam hemat saya yang perlu diperbaiki mengenai pola asuh. Kalau semua orangtua melonggarkan pola asuhnya yang terjadi, aparat tidak akan sanggup. Itu problemnya. Kita tidak mgkin serahkan semua pada aparat," ujar Devie.

"Persoalan bukan hanya balap lari tapi ada pencopetan segala rupa, kita sebagai masyarakat punya tanggung jawab, kita harus sadar bahwa kasih sayang itu tidak dimaksud sebagai kebebasan yang kebablasan. Itu yang perlu disadari," sambungnya.

Apalagi di masa pandemi ini, ujarnya, ongkosnya akan jauh lebih mahal. Misalnya saja terjadi kecelakaan di tambah lagi terinfeksi virus corona akibat berkerumun dengan banyak orang. "Anak kita itu cuma punya dua potensi, dia menjadi korban atau pelaku," tutur Devie secara tegas.

Oleh karena itu, Devie berharap ada peran serta Ketua RT dan RW yang turut mengingatkan bahaya tersebut bisa menghantui anak-anak muda. Tentunya tambah Devie, memberikan pendekatan kepada para warga, para orangtua dengan cara persuasif.

"Intinya pola asuh yang menitikberatkan pada aspek kebebasan tanpa aturan, ini berpotensi membuat anak, remaja dalam posisi rentan di jalanan," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement