REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) menerima undangan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk gelar perkara skandal terpidana Djoko Sugiarto Tjandra. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Hari Setiyono mengatakan, petinggi penyidikan dari Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) akan hadir dalam ekspos bersama yang akan digelar, Jumat (11/9).
“Infonya akan hadir Pak JAM Pidsus (Ali Mukartono), beserta Direktur Penyidikan (JAM Pidsus Febrie Adriansyah),” kata Hari lewat pesan singkat kepada wartawan di Jakarta, Kamis (10/9).
Namun, Hari mengaku, belum mengetahui soal apa yang akan disampaikan tim di KPK dalam gelar perkara nantinya. “Soal materinya (gelar perkara), belum tahu. Kita tunggu saja hasilnya besok (11/9),” kata Hari.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, sebelumnya mengabarkan, telah mengundang Kejakgung untuk gelar perkara bersama terkait penanganan hukum skandal terpidana Djoko Tjandra. Bukan cuma Kejakgung, KPK juga mengundang Bareskrim Polri. Kata Ali, gelar perkara bersama tersebut digelar di KPK, pada Jumat (11/9). Tetapi, ekspos kasus nantinya bakal bergiliran, pada forum yang berbeda.
Gelar perkara antara KPK, dengan Bareskrim dibuka awal, pada pukul 09:00 WIB. Selepas itu, giliran KPK yang akan mengekspos kasus bersama tim dari Kejakgung, pada pukul 13:30 WIB. “Gelar perkara ini (bersama Kejakgung, dan Bareskrim) merupakan pelaksanaan kewenangan koordinasi dan supervisi oleh KPK, seperti yang diatur dalam undang-undang KPK (19/2019),” ujar Ali.
Inisiasi gelar perkara bersama dari KPK ini, sebetulnya kelanjutan dari ekspos kasus serupa yang sudah pernah dilakukan Bareskrim Mabes Polri, pun Kejakgung. Bareskrim, pada Jumat (14/8), bersama KPK menggelar perkara bersama kasus Djoko Tjandra di Mabes Polri. Gelar perkara serupa, dilakukan JAM Pidsus, dengan mengundang KPK, Bareskrim Polri, pada Selasa (8/9).
Dalam skandal terpidana Djoko Tjandra ini memang lintas institusi penegakan hukum. Penyidikannya di Bareskrim, sudah menetapkan lima orang tersangka. Selain Djoko, dua tersangka di antaranya adalah perwira kepolisian aktif, Irjen Napoleon Bonaparte, dan Brigjen Prasetijo Utomo. Kedua jenderal itu, diduga menerima uang suap, dan gratifikasi dari Djoko Tjandra, senilai 20 ribu dolar AS (Rp 296-an juta) lewat peran pengusaha Tommi Sumardi yang juga berstatus tersangka.
Uang tersebut, diduga terkait dengan pencabutan status buronan Djoko Tjandra di interpol, dan imigrasi, serta pembuatan surat, serta dokumen palsu. Dalam kasus yang sama, Bareskrim juga menetapkan pengacara Anita Dewi Kolopaking sebagai tersangka. Sedangkan di Kejakgung, penyidikan dugaan suap, dan gratifikasi Djoko Tjandra menyeret jaksa Pinangki Sirna Malasari, sebagai tersangka.
Djoko pun ditetapkan tersangka di JAM Pidsus. Djoko diduga memberikan uang suap 500 ribu dolar AS (Rp 7,5) ke Pinangki. Uang tersebut, diberikan lewat perantara politikus Nasdem, Andi Irfan yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka. Uang haram pemberian Djoko Tjandra tersebut, terkait dengan usaha Pinangki, bersama Andi mencari jalan membebaskan terpidana korupsi Bank Bali 1999 tersebut lewat jalur fatwa Mahkamah Agung (MA).
Keterlibatan jaksa Pinangki, Irjen Napoleon, dan Brigjen Prasetijo membuat KPK, sempat menyatakan akan melakukan supervisi, dan mengambilalih penanganan kasus tersebut. Karena Pasal 10 A UU 19/2019, KPK berwenang mengambilalih penanganan kasus korupsi, yang dilakukan aparat penegak hukum, seperti jaksa, pun kepolisian. Dugaan adanya keteralibatan hakim di MA, dalam suap upaya penerbitan fatwa bebas dari MA untuk Djoko Tjandra tersebut, membuat lengkap keterlibatan dugaan korupsi yang dilakukan para penegak hukum.