REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Mungkin karena peribahasa Peumulia Jamee Adat Geutanyoe (Memuliakan tamu adat kita) yang masih dipegang teguh masyarakat Aceh, sehingga siapapun yang datang ke provinsi itu tetap merasakan kenyamanan dan perlindungan. Oleh sebab itu, tidaklah heran karena perlakuan sedikit istimewa kepada para pendatang itu, maka akan menjadi daya tarik untuk kembali mengunjungi daerah berjuluk Serambi Mekah tersebut, termasuk ratusan pengungsi Muslim etnis Rohingya.
Dalam dua bulan terakhir ini, di tengah-tengah seluruh komponen masyarakat yang sedang bergelut upaya memutus mata rantai Covid-19, Aceh kembali didatangi ratusan pengungsi Rohingya.
Jumlah mereka sebanyak 297 orang, yang bertamu pada, Senin (7/9) dini hari. Wajah mereka tampak lesu. Kondisi tubuh juga terlihat lemas tak berdaya, setelah berbulan-bulan terkatung-katung di tengah laut lepas.
Mereka merapat ke Aceh melalui Pantai Ujong Blang, di Kecamatan Banda Sakit, Kota Lhokseumawe. Nyaris tak ada senyum di wajah mereka saat menginjakkan kaki bibir pantai di daerah Tanah Rencong tersebut.
Kini, mereka berada di Balai Latihan Kerja (BLK) Kandang Kota Lhokseumawe, sebagai tempat penampungan sementara. Kondisi mereka juga sangat memprihatinkan. Ada yang kakinya berbalut perban dan kayu karena patah, ada juga pengungsi yang perutnya luka besar dan parah. Tak tahu apa penyebabnya.
"Mereka tiba di Pantai Ujong Blang itu sekitar pukul 00.30 WIB dini hari," kata Mirza, di Kota Lhokseumawe, awal pekan.
Mirza salah satu warga yang menyambangi langsung Pantai Ujong Blang saat menerima informasi ratusan etnis rohingya terdampar. Manusia perahu itu merapat ke daerah bumi Serambi Mekkah dengan menumpangi boat kayu jenis JT TRN.U 11/00.
Ceritanya, ketika merapat ke bibir pantai, mereka langsung berhamburan keluar dari kapal ke menuju pemukiman penduduk. Selanjutnya, warga lokal dan petugas yang mengetahuinya berhasil mengumpulkan kembali seluruh imigran Rohingya itu, hingga menjelang siang dievakuasi ke BLK Lhokseumawe.
Pemerintah setempat bersedia menampung sementara pengungsi itu atas dasar alasan kemanusiaan. Data sementara, etnis rohingya tersebut berjumlah 297 orang, yang di antaranya terdiri 181 orang perempuan, 102 orang laki-laki dan 14 orang anak-anak.
Tiba di BLK kawasan Desa Meunasah Mee Kandang, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe, seluruh pengungsi langsung menjalani tes cepat (rapid test) terkait Covid-19, dalam upaya mencegah antisipasi penyebaran virus yang menyerang paru-paru manusia tersebut.
"Para pengungsi dipindahkan ke BLK Lhokseumawe, dan dilakukan rapid test karena mengingat saat ini dalam masa pandemi Covid-19," kata Juru bicara Satgas Penanganan Pengungsi Rohingya Lhokseumawe, Marzuki.
Karena alasan kemanusiaan, lanjut dia, Pemko Lhokseumawe menyatakan sedia untuk menampung sementara ratusan imigran Rohingya tersebut, namun untuk kebijakan selanjutnya akan diputuskan kembali dalam rapat bersama dengan unsur Forkopimda.
"Forkopimda akan melakukan rapat kembali terkait imigran Rohingya tersebut, apakah nantinya akan ditampung ataupun tidak," kata Marzuki.
Pengungsi Sakit dan Meninggal
Saat mendarat di Pantai Ujong Blang, terdapat seorang Rohingya yang mengalami sesak nafas, sehingga harus dirujuk ke RSU Cut Mutia. Namun, karena kondisi membaik warga tersebut dikembalikan ke tempat penampungan bersama Rohingya lainnya.
Namun, pada Selasa (8/9) kemarin, pengungsi etnis Rohingya bernama Khalimah, 21 tahun, berjenis kelamin perempuan tersebut dilaporkan meninggal dunia. Dan jenazahnya dibawa ke RSU Cut Meutia untuk pemulasaran, dan dimakamkan di daerah setempat.
Marzuki mengatakan Khalimah meninggal dunia sekitar pukul 18.45 WIB, di tempat penampungan sementara ratusan rohingya yakni BLK Kandang.
"Iya benar satu orang pengungsi Rohingya meninggal dunia di tempat penampungan sementara di BLK Lhokseumawe," kata Marzuki.
Menurut dia saat mendarat di Pantai Ujong Blang, gadis Rohingya tersebut memang sempat mengalami sesak nafas sehingga dibawa ke RSU Cut Meutia. Namun, karena kondisi kesehatannya mulai membaik maka dipulangkan ke pengungsian.
"Dia (Khalimah, red) sempat dipulangkan ke pengungsian, namun sebelum meninggal dia mengalami sesak nafas dan keluar buih dari mulutnya. Saat dilakukan pertolongan pertama, akhirnya gadis itu menghembuskan nafas terakhirnya," katanya.
Selain itu, kata Marzuki, sekarang ini ada dua pengungsi Rohingya lainnya yang sedang mendapat perawatan di RSU Cut Meutia yakni Muhammad Syakir, 17 tahun dan Khatijah, 16 tahun.
"Ada dua orang pengungsi yang saat ini sedang dirawat. Kita belum tahu apa sakit yang dideritanya," katanya.
Rohingya Gelombang Kedua
297 Rohingya bukan kali pertama bertamu ke Tanah Rencong di tengah pandemi COVID-19. Sebelumnya, pada Juni 2020, sebanyak 99 orang etnis Rohingya yang tergabung laki-laki, perempuan, dan anak-anak terdampar di Pantai Lancok Kabupaten Aceh Utara.
Kedatangan kelompok pertama tersebut berlangsung dramatis. Warga Rohingya dibiarkan berjam-jam berada di perairan laut Pantai Lancok, Aceh Utara, tidak diizinkan turun ke daratan pantai, karena alasan mencegah COVID-19.
Pada Kamis (24/6) lalu, sekitar pukul 18.00 WIB, puluhan Rohingya tersebut dievakuasi ke daratan oleh masyarakat setempat, karena merasa kasihan melihat anak-anak etnis Rohingya yang terkatung-katung di laut.
"Kalau diturunkan ke darat ini kami membantu semampu kami, kalau tidak dibantu oleh pemerintah. Kami masak nasi sedikit seorang untuk berikan ke mereka, mampu kami memberi makan ke mereka Insyaallah," kata warga Lancok Aples Fuari, di Aceh Utara, waktu itu.
Hingga kini, pengungsi tersebut berada di BLK Kandang. Mereka di bawah pengawasan Pemko Lhokseumawe, United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), dan lembaga swadaya masyarakat internasional IOM, serta unsur dan lembaga lainnya.
Penanganan Dasar Pengungsi
Dua kelompok Rohingya ditampung sementara di Kota Lhokseumawe, yang jumlahnya mencapai 400 orang lebih. Hanya karena alasan kemanusiaan, Pemko Lhokseumawe bersedia menampung lebih pengungsi Rohingya tersebut untuk sementara waktu, dan berharap segara dikirim ke negara tujuannya.
"Kita atas nama pemerintah kota Lhokseumawe, begitu Rohingya mendarat di wilayah Lhokseumawe, secara kemanusiaan kita harus melayani, meladeni. Mereka pengungsi, manusia juga. Kalau perlu kita tempat di camp ya kita tempatkan di camp sementara dulu," kata Kepala Dinas Sosial Kota Lhokseumawe Ridwan Jalil.
Ketua Satgas Penanganan Pengungsi Rohingya Lhokseumawe ini menjelaskan, saat pengungsipertama mendarat Pemko telah melakukan berbagai penanganan dasar terhadap pengungsi, seperti pemeriksaan kesehatan umum hingga melakukan tes cepat terkait COVID-19.
Satgas juga mengelola seluruh bantuan logistik untuk Rohingya yang bersumber dari warga, baik secara individu ataupun kelompok, serta bantuan dari NGO lokal. Pemko juga telah menyediakan camp pengungsian sementara yakni di BLK Kandang.
"Saat yang pertama kemarin menyangkut logistik, kita lihat masyarakat kita masih antusias untuk membantu logistik, baik per orang, maupun kelompok, maupun NGO lokal. Tetapi dengan terjadi (gelombang Rohingya) tahap kedua ini saya lihat ini sudah agak sepi (bantuan)," katanya.
Menurut Ridwan, kedatangan Rohingya gelombang kedua itu memunculkan beberapa persoalan. Kata dia, seperti BLK Kandang sudah tidak dapat menampung semua Rohingya baik gelombang pertama dan kedua, yang telah mencapai 400 orang lebih.
"Karena tadi (8/9) malam yang pengungsi wanita sudah kita masukkan ke camp gedung, tapi yang pria ini masih di bawah tenda. Belum bisa kita masukkan karena tempat tidak memenuhi, kapasitas sudah melebihi," katanya.
Selanjutnya, kata dia, fasilitas Mandi Cuci Kakus (MCK) yang dibangun Pemko Lhokseumawe di BLK Kandang tersebut juga untuk kapasitas 100 orang, sehingga dengan jumlah pengungsi yang saat ini sudah tidak sanggup terpenuhi dengan baik.
Belum lagi, lanjut dia, kondisi pengungsi yang sakit-sakitan. Katanya, Pemko Lhokseumawe sanggup dan bersedia menyediakan sumber daya manusia (SDM) tenaga medis, baik dokter maupun perawat, tetapi tidak sanggup memikirkan persediaan segala obat-obatannya.
"Kalau tenaga medis, pemerintah kota bisa mengatasi tapi begitu butuh obat, ini dimana kita ambil," ujarnya.
Selama ini Pemko Lhokseumawe terus berkoordinasi dengan UNHCR terkait penanganan pengungsi. Namun Pemko belum mendapatkan informasi pasti terkait kapan ratusan pengungsi itu diberangkatkan ke negara tujuan, atau di relokasi ke pengungsi Rohingya di Medan Sumatera Utara.
"Kita tentu terus koordinasi dengan UNHCR, walaupun sampai hari ini saya belum mendapatkan kepastian kapan mereka (rohingya) akan dievakuasi ke negara ketiga," ujarnya.
UNHCR harus segera memberi kepastian nasib pengungsi tersebut untuk dievakuasi ke negara tujuannya, tidak berlama-lama di BLK Kandang. Katanya, tentu terus berkoodinasi dengan UNHCR pusat, pemerintah pusat terkait penanganan para pencari suaka itu selama di Lhokseumawe.
"UNHCR segera mendapatkan solusi untuk membawa mereka ke negara tujuannya, kemana mereka kita arahkan, apakah di Medan, disana ada camp. Jadi jangan anggap ini camp permanen, kita bukan camp permanen, kita bukan kota yang menjadi tempat penampungan, tapi kita memberikan pelayanan atas kemanusiaan," ujarnya.
Namun, kata dia, untuk sementara guna memenuhi kapasitas tempat penampungan di gedung BLK Kandang, Pemko Lhokseumawe meminta UNHCR dan NGO lainnya berkoodinasi untuk segera membangun beberapa shelter bagi para pengungsi tersebut.
"Kita butuh ada beberapa shelter yang harus dibagun sesegera mungkin oleh UNHCR dibawah koordinasi dengan seluruh NGO yang ada," katanya.
Pengungsi Kabur dari Camp
Selain itu, Ridwan juga menyebutkan ada pengungsi Rohingya dari kelompok pertama merapat ke Aceh pada Juni lalu yang kabur dari BLK Kandang.
Kelompok pertama, keseluruhannya berjumlah 99 orang. Namun kini hanya tersisa 93 orang, dan enam lainnya telah kabur dari camp pengungsian, tanpa diketahui keberadaannya.
"Ada sekitar enam orang yang sudah kabur dari tempat penampungan sementara itu, yang gelombang pertama sampai, pada Juni," katanya.
Menurut dia, Pemko Lhokseumawe belum mengetahui arah tujuan enam Rohingya tersebut melarikan diri dari pengungsian. Begitu juga dengan siapa yang membantu dan membawa para imigran tersebut melarikan diri.
"Kita belum dapat informasi kemana tujuan mereka, tapi ini sudah dalam penyelidikan kepolisian juga," katanya.
UNHCR Mencari Solusi Permanen
Protection Associate of UNHCR Oktina Hafanti mengatakan, pihaknya terus memikirkan solusi permanen untuk ratusan pengungsi rohingya di Lhokseumawe. Katanya, meski telah direlokasi ke BLK Lhokseumawe, namun tetap mengikuti protokol kesehatan COVID-19.
Kata dia, kelompok kedatangan kedua juga belum dibolehkan untuk bergabung dengan rombongan yang merapat pada Juni lalu, sebelum selesai pemeriksaan kesehatan, identifikasi, serta penanganan administrasi lainnya.
"Untuk saat ini kita masih koordinasi dengan pemerintah Lhokseumawe. Saat ini memang direlokasi ke BLK, dan kita harapkan tidak bergabung dengan grup sebelumnya," katanya.
Di BLK Kandang juga fasilitas telah memadai. Untuk grup saat ini yang datang kita harapkan pemerintah kota untuk memperhatikan kesehatan, terutama makannya, bantuan dasar dulu, kata Oktina.
Oktina menjelaskan, berdasarkan informasi yang mereka dapatkan dari imigran tersebut, kelompok 297 orang itu sudah tujuh bulan terombang-ambing di laut lepas. UNHCR akan terus menggali informasi dari pengungsi.
"UNHCR juga akan melakukan registrasi dan juga melakukan pendaftaran ulang lagi nanti, informasinya akan kita terima dari interview tersebut," katanya.
Kata Oktina, pihaknya juga belum mendapatkan informasi negara tujuan dari rohingya kelompok kedua tersebut. Sama dengan kelompok pertama yang berjumlah 99 orang, UNHCR akan terus mencari solusi jangka panjang untuk imigran tersebut.
"Tujuan mereka kita belum tahu lagi kemana. Saat ini alhamdulillah, terimakasih kepada pemerintah Lhokseumawe yang sudah menerima, dan memberikan tempat dan makanan," katanya.
"Yang 99 orang masih tetapi di BLK. Kita akan terus mencari solusi jangka panjang mereka bagaimana, dan kami mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada pemerintah Lhokseumawe yang memberikan tempat tinggal dan sebagainya," katanya lagi.