REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPC PDI Perjuangan Kota Surabaya Anas Karno mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya lebih transparan terkait penundaan tes kesehatan Bacawali Surabaya Machfud Arifin dan pasangannya Mujiaman Sukirno. Karena, kata dia, KPU Surabaya tidak menjelaskan alasan penundaan tersebut. Padahal sesuai aturan, tes kesehatan semestinya dilakukan pada 7-9 September 2020.
”Kami hanya baca bahwa KPU meminta Pak Machfud dan Pak Mujiaman untuk mengikuti tes kesehatan pada gelombang kedua pekan depan tanpa menyebut alasannya. Ini maksudnya apa? Semua sudah ditetapkan di peraturan kalau tes kesehatan tanggal sekian, kok tiba-tiba ada gelombang kedua,” ujar Anas di Surabaya, Rabu (9/9).
Anas merasa ada diskriminasi ketika KPU Kota Surabaya tiba-tiba memutuskan ada tes kesehatan gelombang kedua, tanpa menjelaskan alasannya. "Mas Eri Cahyadi dan Cak Armuji beberapa hari ini harus mengikuti tes kesehatan seharian, tapi Pak Macfud dan Pak Mujiaman tidak ikut, kan itu diskriminatif,” ujar Anas.
Seperti diketahui, Cawali Machfud Arifin dan Cawawali Mujiaman tidak menghadiri tes kesehatan di RSUD dr Soetomo, Selasa (8/9). KPU Surabaya, sebagai penyelenggara tahapan Pilkada, tidak memberi alasan yang jelas terkait ketidakhadiran Machfud dan Mujiaman.
Anas mengatakan, kehadiran bakal calon kepala daerah dalam pemeriksaan kesehatan adalah kewajiban yang harus dipatuhi. Sesuai ketentuan Tata Laksana Pemeriksaan Kesehatan dalam Keputusan Ketua KPU 412/Pl.02.2-Kpt/06/KPU/IX/2020.
Terkait alasan penundaan jadwal pemeriksaan kesehatan, telah diatur di Peraturan KPU RI 10/2020 maupun Keputusan Ketua KPU 412/Pl.02.2-Kpt/06/KPU/IX/2020. Dimana disebutkan bahwa jika ada bakal calon positif Covid-19, diharuskan menjalani isolasi selama 14 hari, kemudian di-swab ulang sampai hasilnya negatif. Dengan regulasi itu, Anas mengatakan, KPU Surabaya semestinya lebih terbuka demi keselamatan bersama.
”Mohon maaf, jika memang ada calon yang terpapar Covid-19, bisa diumumkan saja tanpa menyebut nama. Bilang saja, salah satu bakal calon kepala daerah di Surabaya positif Covid-19, toh Covid-19 juga bukan aib,” ujarnya.
Menurut dia, transparansi itu diperlukan mengingat kegiatan calon kepala daerah selalu dikelilingi banyak orang. Dalam proses sosialisasi dan kampanye, ada interaksi dan kontak fisik antara kandidat dan masyarakat. Jangan sampai masyarakat terpapar Covid-19 dari calon kepala daerah.
”Dari sisi penanganan, ini penting disampaikan. Kunci penanganan Covid-19 adalah tes, tracing, treatment, dan isolasi. Ketika dites dan positif Covid-19, maka harus ada tracing, lalu treatment dan isolasinya ditentukan,” ujarnya.